Periksa Deputi BNPB, KPK Telisik Pengajuan Dana Rehabilitasi di Kabupaten Kolaka Timur
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik perihal pengajuan dana rehabilitasi dan rekonstruksi untuk Kabupaten Kolaka Timur. Hal ini dilakukan dengan memanggil Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jarwansyah pada Jumat, 29 Oktober lalu.

Dalam pemeriksaan itu Jarwansyah diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas milik Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur.

"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengajuan dana rehabilitasi dan rekonstruksi untuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 1 November.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Bupati Koltim Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah sebagai tersangka. Penetapan keduanya berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Selasa, 21 September.

Kasus tersebut bermula pada September 2021 ketika Andi dan Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah mengajukan dana hibah logistik dan peralatan ke BNPB Pusat di Jakarta. Dari permintaan itu Kolaka Timur mendapatkan dana hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar.

Tak hanya itu, Kabupaten Kolaka Timur juga mendapatkan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.

Selanjutnya, Anzarullah meminta Andi Merya agar proyek yang dananya berasal dari hibah BNPB dikerjakan oleh orang kepercayaan serta pihak lain yang membantu proses pencairan.

Ada dua proyek yang kemudian sudah diminta Anzarullah untuk dikerjakannya. Proyek tersebut adalah paket belanja jasa konsultasi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta.

Atas permintaan itu, Andi Merya menyetujui dan Anzarullah akan memberikan fee sebesar 30 persen. Selain itu, dia juga memerintahkan agar jasa konsultasi proyek yang diminta dimenangkan oleh Anzarullah.

Dari persekongkolan jahat inilah kemudian Andi diduga menerima uang Rp250 juta dengan uang muka Rp25 juta.