JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jarwansyah.
Dia dipanggil sebagai saksi terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemkab Kolaka Timur (Koltim) yang berasal dari dana hibah BNPB.
Dalam kasus ini komisi antirasuah telah menjerat Bupati Koltim Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah sebagai tersangka.
"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 29 Oktober.
Belum diketahui apa yang akan dikonfirmasi penyidik terhadap Jarwansyah. Namun, sebagai saksi ia diduga mengetahui rangkaian peristiwa yang berujung pada perbuatan lancung yang akhirnya menjerat Andi Merya dan Anzarullah.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, penetapan dua tersangka yaitu Andi Merya dan Anzarullah berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Selasa, 21 September kemarin.
Kasus ini bermula pada September 2021. Andi dan Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah awalnya mengajukan dana hibah logistik dan peralatan ke BNPB Pusat di Jakarta. Dari permintaan itu Kolaka Timur mendapatkan dana hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar.
Tak hanya itu, Kabupaten Kolaka Timur juga mendapatkan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.
Selanjutnya, Anzarullah meminta Andi Merya agar proyek yang dananya berasal dari hibah BNPB dikerjakan oleh orang kepercayaan serta pihak lain yang membantu proses pencairan.
Ada dua proyek yang kemudian sudah diminta Anzarullah untuk dikerjakannya. Proyek tersebut adalah paket belanja jasa konsultasi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta.
Atas permintaan itu, Andi Merya menyetujui dan Anzarullah akan memberikan fee sebesar 30 persen. Selain itu, dia juga memerintahkan agar jasa konsultasi proyek yang diminta dimenangkan oleh Anzarullah.
Dari persekongkolan jahat inilah kemudian Andi diduga menerima uang Rp250 juta dengan uang muka Rp25 juta.