Kritik Pengembalian Migran dan Bela Pengungsi, Paus Fransiskus: Aku Mendengar Tangismu
Paus Fransiskus (Wikimedia Commons/Xonn)

Bagikan:

JAKARTA - Paus Fransiskus mendesak negara-negara untuk tidak mengirim kembali migran ke negara-negara yang tidak aman seperti Libya, di mana banyak yang menderita kondisi kekerasan dan tidak manusiasi, serupa dengan yang ada di kamp konsentrasi.

Seruan ini dilakukan Paus Fransiskus dalam pemberkatan Hari Minggu, ketika para pemimpin Uni Eropa sedang berjuang untuk mengatasi perbedaan tentang penanganan imigran.

"Kita harus mengakhiri kembalinya migran ke negara-negara yang tidak aman," katanya, mengutip "ribuan migran, pengungsi dan lainnya yang membutuhkan perlindungan di Libya", seperti melansir Reuters 25 Oktober.

Paus Fransiskus mengatakan, prioritas harus diberikan untuk penyelamatan di laut, pendaratan tertib, alternatif penjara, dan jalur reguler ke prosedur imigrasi dan suaka.

Selain itu, Paus Fransiskus juga meminta masyarakat internasional untuk 'menepati janji' guna menemukan solusi yang langgeng untuk mengelola arus migrasi di Libya dan seluruh Mediterania.

"Banyak dari pria, wanita dan anak-anak ini (di Libya) menjadi sasaran kekerasan yang tidak manusiawi," ungkapnya.

"Betapa banyak mereka yang dipulangkan menderita! Ada 'lagers' nyata di sana," paparnya, menggunakan kata Jerman yang umum di Italia ketika merujuk pada kamp konsentrasi.

"Aku tidak pernah melupakanmu. Aku mendengar tangisanmu," tukas Paus Fransiskus.

Untuk diketahui, Paus Fransiskus berbicara sehari setelah sidang terakhir dari persidangan yang dipublikasikan di Sisilia, di mana mantan menteri dalam negeri Matteo Salvini, pemimpin partai Liga sayap kanan Italia, menghadapi tuduhan penculikan karena menolak membiarkan kapal migran berlabuh di negara itu pada 2019.

Terpisah, bulan ini kantor hak asasi manusia PBB menuntut penyelidikan atas apa yang disebutnya kekuatan 'tidak perlu dan tidak proporsional' oleh pasukan keamanan Libya untuk menahan migran Afrika, menembak mati beberapa dari mereka yang mencoba melarikan diri.

Sementara itu, Uni Eropa telah memperketat aturan suaka dan perbatasan eksternalnya, sejak lebih dari satu juta pengungsi dan migran mencapai Eropa melintasi Mediterania enam tahun lalu, memutuskan kesepakatan dengan negara-negara seperti Turki dan Libya bagi orang-orang untuk tinggal di tempat lain di sepanjang rute global.