JAKARTA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan pihaknya akan bertekad untuk mendapatkan kembali dana 1,4 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp19.806.010.000.000 yang menjadi hutang Amerika Serikat atas jet tempur siluman F-35 yang telah dibayarkan Turki.
Ini ditegaskan Presiden Erdogan dalam keterangan pers, usai melakukan kunjungan ke kawasan Afrika, untuk mengunjungi tiga negara, meliputi Angola, Togo dan Nigeria.
"Kami akan mendapatkan kembali 1,4 miliar dolar AS dengan satu atau lain cara," tegas Presiden Erdogan kepada wartawan di pesawat dalam perjalanan kembali dari Afrika, mengutip Yenisafak 21 Oktober.
Presiden Erdogan menambahkan, masalah terkait hal ini telah dibahas oleh Menteri Pertahanan Turki bersama dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat.
Lebih jauh diterangkan, dirinya yakin langkah-langkah positif yang akan diambil, dengan hal ini juga akan dibahas Ia bersama dengan Presiden Joe Biden dalam pertemuan G20 akhir pekan ini di Roma, Italia.
"Kami tidak akan membiarkan siapa pun menyalahgunakan hak-hak Turki," jelas Presiden Erdogan.
Untuk diketahui, Turki yang berupaya untuk membeli sistem pertahanan udara Rudal Patriot dari Amerika Serikat sebagai sekutu NATO pada tahun 2017, merasa proses pembelian berlarut-larut dan tidak membuahkan hasil.
Ini membuat Ankara berpaling dengan menandatangani kontrak dengan Rusia untuk memperoleh sistem pertahanan S-400-nya. Ini menyebabkan Washington mengeluarkan Turki dari program jet tempur siluman F-35, di mana Ankara sudah menyerahkan dana pengembangan, menyebut S-400 memberikan ancaman terhadap aliansi.
Turki menekankan S-400 tidak akan diintegrasikan ke dalam sistem NATO dan tidak menimbulkan ancaman bagi aliansi atau persenjataannya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, mengutip Reuters 17 Oktober, Presiden Erdogan menyebut ada proposal dari Amerika Serikat untuk menggantikan dana F-35 dengan jet tempur F-16, di mana Turki awal bulan ini mengajukan pembelia 40 unit jet tempur tersebut dan hampir 80 kit moderenisasi.
Permintaan jet tempur F-16 tersebut kemungkinan akan mengalami kesulitan mendapatkan persetujuan dari Kongres AS, di mana sentimen terhadap Turki telah memburuk selama beberapa tahun terakhir, terutama karena pembelian S-400 oleh Ankara dan rekam jejak hak asasi manusianya yang bermasalah.
Pembelian S-400 oleh Ankara juga memicu sanksi AS. Pada Desember 2020, Washington memasukkan daftar hitam Direktorat Industri Pertahanan Turki, termasuk kepalanya Ismail Demir dan tiga karyawan lainnya.