Siap Kucurkan Bantuan Kemanusiaan Senilai Rp16,3 Triliun, Uni Eropa: Untuk Afghanistan, Bukan Taliban
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. (Wikimedia Commons/European Parliament)

Bagikan:

JAKARTA - Taliban mengadakan pembicaraan tatap muka pertama mereka dengan delegasi gabungan Amerika Serikat - Uni Eropa di Qatar, Selasa, saat Brussels juga menjanjikan bantuan 1 miliar euro atau sekitar Rp16.398.926.670.000 untuk Afghanistan.

Pada pertemuan Doha dan konferensi ekonomi utama dunia, G20, pesan untuk Taliban adalah sama, dunia berkomitmen untuk bantuan kemanusiaan bagi rakyat Afghanistan yang menderita, serta negara itu tidak boleh mnejadi basis militan.

Uni Eropa membuka KTT G20 virtual dengan menjanjikan paket bantuan satu miliar euro, termasuk uang untuk kebutuhan kemanusiaan yang mendesak dan tetangga Afghanistan yang menerima warga Afghanistan yang melarikan diri dari Taliban.

Sementara, Taliban tengah berjuang mencari pengakuan internasional, memudahkan bantuan internasional masuk untuk menghindai bencana kemanusiaan, sejak mereka mengambilalih kekuasaan Agustus lalu.

"Bantuan itu dimaksudkan untuk mencegah bencana besar kemanusiaan dan sosial ekonomi. Itu adalah dukungan langsung untuk Afghanistan dan akan disalurkan melalui organisasi internasional, bukan ke pemerintah sementara bentukan Taliban yang tidak diakui Brussels (markas Uni Eropa)," jelas Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mengutip AFP 12 Oktober.

"Kami sudah jelas tentang kondisi kami untuk setiap keterlibatan dengan pihak berwenang Afghanistan, termasuk dalam menghormati hak asasi manusia," sambungnya.

Sementara itu, Perdana Menteri Italia Mario Draghi yang menjadi tuan rumah pembicaraan G20 mengatakan, mereka setuju untuk bekerja sama untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Afghanistan dan bahwa ini harus melibatkan kontak dengan Taliban.

"Sangat sulit untuk melihat bagaimana seseorang dapat membantu rakyat Afghanistan, tanpa keterlibatan pemerintah Taliban," sebutnya.

"Alih-alih menanggapi dan berdebat, kami sekarang memiliki kesadaran akan keadaan darurat ini dan tanggung jawab besar yang dimiliki G20 terhadap rakyat Afghanistan," katanya pada konferensi pers pasca-KTT.

Para pemimpin G20 menegaskan kembali komitmen untuk memberikan bantuan kemanusiaan langsung kepada rakyat Afghanistan melalui organisasi internasional independen, sekaligus mempromosikan hak asasi manusia yang mendasar bagi semua warga Afghanistan, termasuk perempuan, anak perempuan dan anggota kelompok minoritas", kata Amerika Serikat.

Untuk diketahui, bantuan internasional telah diblokir ke Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa menyusul penarikan pasukan AS dan internasional lainnya setelah 20 tahun perang.

Selain itu, aset negara yang disimpan di luar negeri telah dibekukan, sementara harga pangan dan pengangguran meningkat, memicu peringatan bencana kemanusiaan begitu musim dingin tiba.

Negara-negara Uni Eropa mewaspadai prospek gelombang pencari suaka Afghanistan yang mencoba memasuki blok tersebut, seperti yang terjadi pada 2015 dengan warga Suriah yang melarikan diri dari perang negara mereka.

Saat KTT virtual berlangsung, pembicaraan langsung diadakan di Doha. Pertemuan itu difasilitasi oleh Qatar, yang telah lama menjadi tuan rumah kantor politik Taliban.

"Saya pikir terlibat dengan mereka (Taliban) adalah yang paling penting sekarang," kata Mutlaq al-Qahtani, utusan khusus untuk menteri luar negeri Qatar.

"Prioritas seperti yang kita bicarakan sekarang adalah (situasi) kemanusiaan, pendidikan, jalan bebas dari orang-orang yang ingin pergi," ujarnya pada konferensi Forum Keamanan Global di Doha.

Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengatakan, Amerika Serikat sedang mempertimbangkan 'pertunangan pragmatis, praktis, daripada pengakuan'.

"Hubungan itu akan ditentukan oleh perilaku Taliban dan pemerintahan di masa depan," kata Price kepada wartawan di Washington.

Adapun juru bicara Uni Eropa Nabila Massrali menggambarkan pertemuan itu sebagai pertukaran informal di tingkat teknis, bukan merupakan pengakuan terhadap pemerintah sementara.