Punya Sistem Ketat, KPK Tegaskan Mustahil Ada Orang yang Bisa Atur Penanganan Kasus Korupsi
Gedung KPK (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tak ada satu orang pun di internal yang bisa menghentikan penanganan kasus korupsi. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan lembaganya punya sistem yang ketat untuk menghindari hal tersebut.

"Untuk pemahaman bersama penanganan perkara di KPK sangat berlapis dan ketat," kata Ali kepada wartawan yang dikutip Kamis, 14 Oktober.

Ia mengatakan penanganan sebuah tindak pidana korupsi di KPK melibatkan banyak personel dari berbagi tim lintas satuan tugas (satgas) maupun unit mulai dari penyelidikan hingga penuntutan. Sehingga, tak mungkin ada seorang pun yang bisa seenaknya memberhentikan pengusutan dugaan rasuah.

"Sistem tersebut membuat orang per orang tidak memungkinkan bisa mengatur sebuah perkara. Artinya, dalam satu tim saja sangat mustahil dalam mengkondisikan perkara agar tidak berlanjut," tegas Ali.

Lagipula, setiap kasus akan dikontrol secara ketat dan berjenjang dari mulai satgas hingga kedeputian penindakan dan lima pimpinan yang bekerja secara kolektif kolegial.

Lebih lanjut, KPK menegaskan klaim mantan penyidiknya yaitu Stepanus Robin Pattuju jika dia bisa menangani kasus tertentu dengan bayaran fantastis adalah sebuah kebohongan. Apalagi, hingga saat ini kasus korupsi yang disebut-sebut dapat diamankan oleh bekas penyidik dari kepolisian itu masih berjalan hingga saat ini.

Berkaca dari kejadian penerimaan suap yang dilakukan Stepanus dengan iming-iming bisa menghentikan pengusutan kasus korupsi, Ali meminta masyarakat bisa bertindak bijak. Apalagi, modus penipuan dan pemerasan semacam ini kerap terjadi dan dialami pihak berkasus di KPK.

"Bagi masyarakat yang menjadi korban pemerasan oknum pegawai KPK atau pihak lain yang mengaku sebagai pegawai KPK, segera laporkan kepada kami atau aparat penegak hukum lainnya," ungkap Ali.

Diberitakan sebelumnya, Stepanus Robin yang jadi makelar kasus di KPK didakwa menerima pemberian uang dari berbagai pihak termasuk Azis Syamsuddin dengan jumlah Rp11 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat.

Dalam melakukan aksinya, Stepanus dibantu dengan pengacara Maskur Husain dan mereka bekerja sejak Juli 2020 hingga April tahun ini. Penerimaan uang yang dilakukan keduanya terjadi di sejumlah tempat dan berkaitan dengan sejumlah kasus.

Pertama, suap diterima Stepanus diduga berasal dari kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai. Uang tersebut diberikan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial dengan nilai mencapai Rp1,695 miliar.

Berikutnya, Stepanus diduga menerima uang dari Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan pihak swasta bernama Aliza Gunadi. Kedua orang itu memberi uang sebesar Rp3,09 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat.

Ketiga, dia diduga menerima uang sebesar Rp507,39 juta dari Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna. Uang ini berkaitan dengan kasus penerimaan gratifikasi Rumah Sakit Bunda di Cimahi, Jawa Barat.

Keempat, Stepanus diduga menerima uang dari Direktur Utama PT Tenjo Jaya Usman Effendi sebesar Rp525 juta. Terakhir, ia diduga menerima uang sebesar Rp5,17 miliar dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasar yang terjerat kasus gratifikasi dan pencucian uang di KPK.