JAKARTA - Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut masih adanya permintaan fee proyek dari pejabat membuat perusahaan yang berintegritas kesulitan. Hal ini disampaikannya setelah berdiskusi dengan sejumlah asosiasi perusahaan di bidang jasa konstruksi yang salah satunya adalah Gapeksindo.
"KPK mendapat kesan mereka sebenarnya ingin berbisnis baik, yang menang yang bagus. Tapi kan enggak terjadi juga karena lingkungannya belum terbentuk seperti itu," kata Pahala dikutip dari YouTube StranasPK Official pada Kamis, 7 Oktober.
Dengan kondisi masih diharuskannya perusahaan menyetorkan fee proyek kepada pejabat berwenang membuat perusahaan berintegritas berkembang. "Mustahil kalau ada perusahaan bisa sendirian berintegritas dan bisa masuk ke dalam sektor seperti itu," tegas Pahala.
Dia juga mengatakan praktik rasuah semacam ini juga mengancam orang-orang berintegritas di dalam sebuah perusahaan. Apalagi, mereka yang punya integritas biasanya telah membuat sistem dalam usahanya sehingga terhindar upaya korupsi termasuk pemberian fee.
"Sehingga perusahaan yang mencoba berintegritas akan sulit masuk apalagi orang yang ada di perusahaan itu. Inilah yang jadi concern kami di pencegahan," tegasnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Pahala menyinggung pengadaan barang dan jasa menjadi juara pertama kasus terbanyak yang ditangani oleh KPK. Bahkan selama pandemi COVID-19, komisi antirasuah telah menangani 36 kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa.
"Jadi di 2020 sampai Maret 2021, zaman pandemi ada 36 kasus terkait infrastruktur yang sedang ditangani KPK. Padahal pandemi. Jadi saat semua orang sibuk dengan kesehatan, ternyata konstruksi masih ada saja dan masih normal saja tingkatannya, banyak," ungkapnya.
"Percayalah bapak, ibu sekalian. Juara pertama kasus di KPK adalah pengadaan barang dan jasa. Lebih spesifik lagi di bidang konstruksi," imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan sejak 2004 hingga Juni 2021 lalu, ada 1.291 kasus korupsi yang ditangani. Dari jumlah tersebut kebanyakan terkait pengadaan infrastruktur.
Sehingga, ia berharap Kementerian PUPR dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) memperbaiki sistem pengadaan. Termasuk mengoptimalisasi penggunaan e-Katalog terhadap pekerjaan konstruksi dan menstandardisasi HPS.
"HPS ini sering tidak seragam padahal speknya sama tapi HPSnya beda-beda tergantung di daerah mana proyek itu dikerjakan. Ini tentu menjadi pekerjaan Kementerian PUPR untuk menstandardisasi HPS maupun kualitas proyek yang dikerjakan," kata Alexander dalam acara yang sama.