DPR: Jangan Persoalkan Biaya Mahal Kembangkan Vaksin Corona
Photo by Charles Deluvio on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Jika tak ada aral melintang, kuartal pertama tahun 2021 mendatang, Indonesia sudah memiliki vaksin Covid-19 buatan anak bangsa. Pemerintah diminta jangan pernah mempersoalkan biaya mahal dalam pengembangan vaksin.

Anggota Komisi IX DPR Lucy Kurniasari berharap vaksin Covid-19 segera terealisasi di negeri ini meski akan menyedot dana yang cukup besar untuk memproduksi vaksin. Akan menjadi kebanggaan terbesar bila Indonesia dapat menemukan vaksin Covid-19 dan bisa digunakan di seluruh dunia.

"Namun biaya mahal itu tidak perlu dipersoalkan, karena hal ini terkait nyawa manusia yang perlu segera diselamatkan. Oleh karena itu saya masih berharap vaksin asli buatan Indonesia segera dapat terealisasi. Sebab, suatu kebanggaan bila Indonesia dapat menemukan vaksin Covid-19 dan digunakan di seluruh dunia," tulis Lucy dalam keterangannya, Rabu, 22 Juli.

PT Bio Farma menunjuk Universitas Padjajaran (Unpad) sebagai pelaksana uji klinis vaksin COVID-19. Ketua tim riset uji klinis vaksin Unpad, Kusnandi Rusmil menjelaskan, vaksin ini sudah diuji coba pada hewan dan dinyatakan aman.

Bio Farma menyatakan, harga vaksin COVID-19 ada di kisaran 5-10 per dolar AS atau setara Rp73.500 hingga Rp147.000 per dosisnya (kurs rupiah Rp14.700 per dolar AS). Bio Farma telah mendatangkan vaksin COVID-19 buatan perusahaan asal China, Sinovac. Bio Farma menerima 2.400 vaksin pada 19 Juli 2020 lalu.

Selanjutnya, Bio Farma akan melakukan uji klinis tahap ketiga yang dijadwalkan mulai pada Agustus mendatang dan berjalan selama enam bulan. Proses uji klinis ditargetkan selesai pada Januari 2021 mendatang. Setelah uji klinis fase ketiga selesai dan memenuhi syarat, induk holding BUMN Farmasi itu akan mulai memproduksi vaksin.

"Uji klinis ini masih membutuhkan waktu dan biaya yang relatif mahal. Karena itu, kalau uji klinis ini berjalan lancar, maka tahun 2021 sudah dapat digunakan,” tambahnya. 

Namun, ia tetap berharap agar uji coba vaksin di Indonesia ini tidak mubazir, karena sudah banyak dilakukan dan sudah mengeluarkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Maka dari itu, ia berharap semua pekerjaan itu harus dituntaskan.

Anggota Komisi IX DPR RI Lucy Kurniasari (Foto: Andri/Man)

Siapa Sinovac

Mengutip laman resmi Sinovac, perusahaan yang bermarkas di Beijing, China ini fokus pada penelitian, pengembangan, pembuatan dan penjualan vaksin. Beberapa produk yang telah mereka buat di antaranya vaksin untuk hepatitis A dan B, influenza musiman, pandemi influenza H5N1 (flu burung), influenza H1N1 (flu babi), gondongan dan rabies.

Pada 2009, Sinovac adalah perusahaan pertama di dunia yang menerima persetujuan untuk vaksin influenza H1N1-nya. Perusahaan ini juga menjadi satu-satunya pemasok vaksin pandemi influenza H5N1 untuk program penimbunan vaksin oleh pemerintah China.

Sinovac sudah melakukan uji klinis tahap pertama dan kedua pada medio Juni. Saat itu mereka langsung menggabungkan uji klinis fase pertama dan kedua. Dalam percobaan itu, mereka menarik 700 relawan untuk dites. 

Sebanyak 90 persen dari 600 relawan mengalami reaksi itu. Kendati demikian hal itu belum secara gamblang menunjukkan apakah antibodi yang muncul dapat melindungi orang terhadap infeksi COVID-19. 

Oleh karena itu, mereka harus melewati tahap ketiga uji klinis sampai vaksin bisa digunakan banyak orang. Selain Indonesia, Sinovac juga menggelar uji klinis di Brazil dan Bangladesh.