Mahasiswa Indonesia Indra Rudiansyah Terlibat Pembuatan Vaksin Potensial COVID-19 Oxford
Ilustrasi foto (National Cancer/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kisah Indra Rudiansyah viral. Mahasiswa S3 asal Indonesia jurusan Clinical Medicine dari Universitas Oxford itu terlibat dalam pengembangan vaksin virus corona. Bekerja sama dengan AstraZeneca, vaksin potensial yang dikembangkan Indra dan Oxford disebut jadi yang terdepan. Kisah Indra viral lewat akun Twitter @wpusparini.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada Juni lalu mengatakan pengembangan vaksin AstraZeneca adalah yang paling maju. Indra berbicara kepada CNN Indonesia TV tentang keterlibatannya dalam proyek vaksin. Ia tak terlibat sejak awal. Kala pandemi baru melanda, Oxford hanya melibatkan orang-orang di balik tim Emerging Patogen Disease.

"Awal COVID-19 muncul di awal Januari lalu. Kolega saya sudah memulai proyek ini. Tapi, ini khusus untuk tim Emerging Patogen Disesase. Kalau saya di tim Malaria, bukan tim khusus di COVID," kata Indra dalam wawancara yang dikutip CNN Indonesia, Rabu, 22 Juli.

Indra menjelaskan, tim khusus vaksin corona itu terbuka. Pemimpin proyek pengembangan membuka kesempatan bagi seluruh mahasiswa, staf, ataupun post doctoral untuk terlibat. "Saya mendaftar. Kemudian saya membuat daftar skill apa saja yang saya punya," kata Indra.

Dalam tim tersebut, Indra bertugas di bagian pengujian. Ia bertanggung jawab memantau respons antibodi dari orang-orang yang telah diberikan vaksin. Tugas penting, kata Indra. Sebab, bagian pengujianlah yang mengaji seberapa manjur sebuah vaksin potensial beserta efek sampingnya.

"Saya dapat bagian meneliti respons dari sukarelawan. Jadi orang-orang yang sudah diimunisasi diambil sampelnya oleh tenaga medis, kemudian diproses. Serumnya digunakan oleh saya untuk melihat apakah mereka mererspons vaksin itu positif atau tidak ke vaksin," kata Indra.

Indra turut mengungkap salah satu kunci keberhasilan Oxford mengembangkan vaksin potensial itu dalam waktu relatif cepat, yakni jumlah anggota tim yang mencapai ratusan orang. Menurut Indra, biasanya dibutuhkan waktu paling tidak lima tahun untuk memeroleh data ujiklinis fase I sebuah vaksin baru. Tim Oxford dan AstraZeneca berhasil dalam enam bulan.