JAKARTA - Koalisi Selamatkan Anak Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo untuk menunda pembelajaan tatap muka (PTM) terbatas di sekolah yang saat ini sudah berjalan.
Koalisi menganggap, sekolah tatap muka mesti ditunda selama capaian vaksinasi COVID-19 pelajar masih rendah. Per tanggal 2 Oktober, vaksinasi pelajar secara nasional baru mencapai 14 persen dosis pertama dan 9,98 persen dosis kedua.
Lalu, cakupan vaksinasi bagi guru dan tenaga kependidikan saat ini juga baru menyentuh angka 62,18 persen dosis pertama dan 38 persen dosis kedua.
"Koalisi menuntut Presiden RI dan para menteri menunda pembelajaran tatap muka hingga pemerintah memastikan semua populasi sekolah sesuai dengan kelompok umurnya mendapat vaksinasi dan positivity rate tingkat kabupaten/ kota di bawah 5 persen," kata anggota koalisi, Natasha Devanand Dhanwani dalam keterangannya, Senin, 4 Oktober.
Natasha menyebut, vaksin memang bukan senjata utama dalam menekan laju penularan, namun hal ini dapat mengurangi keparahan ketika terjangkit COVID-19, sehingga patut dijadikan syarat pembukaan PTM terbatas.
Selain itu, anggota advokasi LaporCovid-19 ini juga penganggap bahwa pembukaan sekolah untuk anak usia 12 tahun sangat berbahaya. Sebab, potensi penularan COVID-19 terhadap anak cukup tinggi dan dikhawatirkan menimbulkan keparahan.
"Koalisi juga meminta pemerintah menunda pembelajaran tatap muka untuk anak di bawah usia 12 tahun karena belum ada kebijakan vaksinasi dan beragamnya dampak COVID-19 pada anak, baik pada masa konfirmasi positif dan setelah COVID-19," ucap dia.
BACA JUGA:
Melanjutkan, Kabid Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menyampaikan bahwa argumentasi pemerintah yang ingin segera membuka sekolah didasarkan pada asumsi-asumsi yang prematur.
Salah satunya klaim soal angka putus sekolah yang naik drastis selama pandemi COVID-19. Iman membantah data Kemdikbudristek tersebut. Kata dia, angka putus sekolah masih lebih tinggi tahun sebelumnya, misalnya 2018-2019 mencapai 301.127 siswa, sedangkan 2019-2020 lebih rendah yaitu 157.166 siswa.
Iman mengakui ada permasalahan selama pendidikan jarak jauh (PJJ). Namun, hal tersebut juga terkait dengan buruknya jaminan aksesibilitas yang disediakan pemerintah.
“Ketimpang buru-buru PTM, pemerintah perlu membuat grand design pendidikan dalam situasi darurat kesehatan, untuk menjawab tantangan ke depan jika harus kembali pada situasi pembatasan yang ketat,” tutur Iman.
Sebagai informasi, Koalisi Selamatkan Anak Indonesia terdiri dari LaporCovid-19, LBH Jakarta, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Center for Education Regulations and Development Analysis (Cerdas), YLBHI, LBH Rakyat Banten, dan Surabaya Children Crisis Center (SCCC).