Mahfud MD Minta Aparat yang Terlibat dalam Kasus Djoko Tjandra Dipidana
Menko Polhukam Mahfud MD (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta agar aparat yang melakukan pelanggaran dalam kasus Djoko Tjandra tidak hanya dihukum dengan tindak disiplin. Kata dia, aparat yang turut bermain membantu buronan dalam kasus Cessie Bank Bali tersebut harus dipidana.

Hal ini disampaikan Mahfud usai melaksanakan rapat terbatas dengan lima lembaga terkait yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan Badan Intelijen Nasional (BIN) di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

"Kalau ada yang terlibat di situ, tindakan disiplin, penjatuhan sanksi disiplin, administrasi segera diberlakukan lalu dilanjutkan ke pidananya. Jangan berhenti di disiplin," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 20 Juli malam.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini menegaskan, hukuman pidana dirasa perlu untuk aparat yang kedapatan membantu Djoko Tjandra. Sebab selama ini banyak aparat yang melakukan pelanggaran dan hanya mendapatkan sanksi disiplin namun beberapa tahun kemudian muncul sebagai pejabat publik.

"Kalau (hanya, red) berhenti disiplin, kadangkala sudah dicopot dari jabatan tiba-tiba dua tahun lagi muncul jadi pejabat. Katanya sudah selesai disiplinnya padahal dia melakukan tindak pidana," tegasnya.

Dia menilai ada sejumlah pasal yang bisa dikenakan oleh para aparat maupun pihak lain yang terlibat membantu Djoko masuk ke Indonesia dan kembali berpergian ke luar negeri. 

"Para pejabat dan pegawai yang nyata-nyata dan nanti diketahui memberikan bantuan, ikut melakukan langkah kolutif dalam kasus Djoko Tjandra ini, banyak tindak pidana yang bisa dikenakan. Misal pasal 221, 263, dan sebagainya," ungkapnya.

Lebih lanjut dia meminta Polri untuk mulai mengambil langkah-langkah penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang disebut membantu buronan tersebut. Apalagi sudah cukup banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sejumlah pihak dalam kasus ini.

"Menghalang-halangi penegakan hukum dan sebagainya itu kan masuk tindak pidana. Kan sudah ada itu pengacara masuk penjara karena menghalangi-halangi upaya penegakan hukum. Apalagi ini kasus korupsi," jelasnya.

"Oleh sebab itu sekarang Polri supaya meneruskan dan kita akan melihat, masyarakat akan melihat semua langkah-langkah Polri ini," imbuh Mahfud.

Sebelumnya, tiga Jenderal Polri dicopot lantaran diduga terlibat secara langsung dan tidak terkait dengan penerbitan surat jalan dan hilangnya red notice buronan Djoko Tjandra. Mereka adalah Brigjen Prasetyo Utomo, Brigjen Nugroho Wibowo, dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono mengatakan, saat ini pihaknya masih memproses terkait dugaan pelanggaran etik. Mengenai sanksi pidana menunggu hasil penyelidikan yang tengah dilakukan. Kata dia, jika ditemukan bukti yang cukup, maka penerapan pidana terbuka.

"Memang Insyaallah bermulanya kan dari situ (kode etik). Kami menemukan pelanggaran-pelanggaran itu nanti kalau disitu mengembang ada perbuatan pidananya tentunya kita akan jerat terkait pasal pidanannya," kata Awi kepada wartawan.

Untuk Brigjen Prasetyo diduga merupakan dalang dari penerbitan surat jalan Djoko Tjandra. Surat dengan nomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas, diterbitakan tertanggal 18 Juni 2020 dan digunakan untuk perjalanan ke Pontianak, Kalimantan Barat dari Jakarta pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020.

Kemudian, Brigjen Nugroho diduga melanggar kode etik karena menerbitkan surat penyampaian masa berlaku red notice Djoko Tjandra. Sedangkan Irjen Napoleon melanggar kode etik karena lalai mengawasi anggotanya.

Meski demikian, Awi enggan berandai-andai ketika disinggung soal kemungkinan pemecatan kepada para Jenderal yang nantinya dinyatakan terbutki terlibat. Menurutnya, semua keputusan tergantung dari hasil persidangan.