JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Chatib Basri ragu semua program pemulihan ekonomi nasional (PEN) bisa efektif mendorong ekonomi. Persoalan utama dalam ekonomi saat ini adalah menurunnya kinerja sisi permintaan atau demand side.
Menurut Chatib, seharusnya fokus kebijakan pemerintah menyasar sisi permintaan. Kebijakan lain seperti insentif dunia usaha juga seharusnya perlu ditinjau ulang. Apalagi, jika dilihat dari penyerapannya masih sangat rendah.
Misalnya, insentif pajak bagi pelaku usaha yang terdampak COVID-19, yang penggunaannya masih sedikit. Sepinya penggunan tersebut menjadi wajar di saat kondisi pandemi seperti sekarang, sebab banyak perusahaan tak bayar pajak karena merugi.
Chatib menyarankan, daripada insentif yang diberikan tidak efektif, lebih baik alokasi anggarannya diberikan kepada kelompok menengah ke bawah dengan memberikan bantuan sosial dan bantuan langsung tunai (BLT).
"Kalau dilihat dari penyerapannya, yang paling efektif adalah BLT yang kemudian diikuti oleh kebijakan moneter," ucapnya, dalam diskusi virtual, Senin, 20 Juli.
Menurut Chatib, dana yang perlu disiapkan pemerintah untuk memperluas BLT kepada kelompok masyarakat bawah mencapai Rp120 triliun. Kebijakan BLT, kata dia, lebih efektif dibandingkan bantuan sosial dalam bentuk lainnya, seperti sembako. Sebab, kelas menengah akan menggunakan uang tunai tersebut untuk berbelanja. Nantinya diharapkan dapat mendorong konsumsi.
Lebih lanjut, Chatib mengatakan, saat ini jumlah golongan menengah ke bawah di Indonesia sekitar 115 juta orang atau 30 juta rumah tangga. Jika mendapatkan Rp1 juta per bulan, maka dana yang perlu disiapkan adalah Rp30 triliun per bulan atau Rp120 triliun untuk empat bulan.
BACA JUGA:
"Yang dibutuhkan sekarang belanja. Kalau dulu ada hemat pangkal kaya, saya ingin katakan hari ini belanja pangkal pemulihan ekonomi. Bentuknya dalam bentuk BLT," ucapnya.
Chatib menambahkan, peningkatan konsumsi akan mendorong permintaan masyarakat yang meningkat. Selanjutnya hal ini akan mendorong permintaan kredit dari dunia usaha meningkat, sehingga stimulus yang diberikan Bank Indonesia (BI) bisa berjalan.
"Kalau permintaan naik, mereka akan minta kredit, monetary policy BI dengan Giro Wajib Minimum (GWM) dan penurunan bunga akan efektif," jelasnya.
Sekadar informasi, pemerintah menganggarkan BLT melalui Dana Desa sebesar Rp31,8 triliun. BLT Dana Desa tersebut masuk dalam anggaran perlindungan sosial dalam penanganan ekonomi nasional sebesar Rp203,9 triliun.
Hingga 8 Juli 2020, realisasi penyaluran BLT Dana Desa sebesar 97 persen. Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar menyebut, BLT Dana Desa tersebut sudah disalurkan melalui 72.599 desa atau 97 persen dari 74.865 desa yang sudah mendapatkan Dana Desa.