Selandia Baru Umumkan UU Keamanan Baru, Polisi Tidak Perlu Surat Perintah untuk Mencegah Aksi Terorisme
Ilustrasi polisi Selandia Baru dengan senjata lengkap dan anjing pelacak berjaga di lokasi umum. (Wikimedia Commons/Schwede66)

Bagikan:

JAKARTA - Selandia Baru mengesahkan undang-undang keamanan baru pada Hari Kamis, mengantisipasi serangan teror, menutup celah yang terbuka, setelah tujuh orang ditikam dan terluka bulan ini di sebuah supermarket di Auckland.

Di tengah meningkatnya ketakutan akan serangan teror 'lone wolf', Selandia Baru memperkuat udang-undang melalui Parlemen, setelah serangan teroris di Auckland yang menurut pihak otoritas diilgami oleh ISIS.

"Sifat terorisme telah berubah," kata Menteri Kehakiman Kris Faafoi dalam sebuah email, mengutip Reuters 30 September.

"Di seluruh dunia ada lebih banyak aktor tunggal, daripada kelompok terorganisir yang lebih besar."

Langkah itu menarik undang-undang keamanan Selandia Baru sejalan dengan sebagian besar negara lain, tambahnya.

Undang-undang keamanan baru ini memberi polisi Selandia Baru kekuatan untuk masuk, mencari dan mengawasi tanpa surat perintah dalam upaya mereka untuk mencegah perencanaan dan persiapan tindakan teroris, mengkriminalisasi pelatihan senjata atau pertempuran untuk tujuan tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Aathil Mohamed Samsudeen, warga negara Sri Lanka berusia 32 tahun ditembak mati polisi usai menusuk enam orang di salah satu supermarket di Auckland pada 3 September lalu. Dia baru saja bebas dari hukuman penjara selama tiga tahun pada Juli lalu.

Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan Samsudeen telah terinspirasi oleh kelompok militan ISIS untuk melancarkan serangan itu. Pada tahun 2020, pihak berwenang tidak berhasil mendakwanya dengan pelanggaran terorisme setelah dia membeli pisau berburu dan ditemukan memiliki video ISIS.

Namun, seorang hakim memutuskan Samsudeen tidak melanggar undang-undang teror Selandia Baru pada saat itu. Dia dibebaskan dan ditempatkan di bawah pengawasan polisi 24 jam.