Ditanya soal Substansi Pemeriksaan, Anies Baswedan: Biar KPK yang Jelaskan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan pers usai diperiksa KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menolak menjelaskan detail substansi pemeriksaannya sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan tanah Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta.

Anies meminta wartawan menanyakan substansi pemeriksaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam pemeriksaannya, Anies menjadi saksi untuk mantan anak buahnya yaitu eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles yang jadi tersangka.

"Menyangkut subtansi biar KPK yang jelaskan. Tapi dari sisi kami, tentang apa yang menjadi program," kata Anies kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 21 September.

Anies hanya menegaskan penyidik sempat memberinya delapan pertanyaan selama memeriksa selama kurang lebih lima jam. Adapun substansi pertanyaan berkaitan dengan program pengadaan rumah di DKI Jakarta sekaligus aturannya.

Anies berharap keterangannya tersebut dapat bermanfaat bagi KPK dan bisa membantu penyidik mengusut dugaan rasuah yang dilakukan para tersangka dalam kasus ini.

"Saya berharap penjelasan yang tadi disampaikan bisa bermanfaat bagi KPK untuk menegakan hukum, menghadirkan keadilan, dan memberantas korupsi. Penjelasan tadi bisa membantu KPK menjalankan tugas," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anies dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. Keduanya menjadi saksi untuk Yoory Corneles, eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang jadi tersangka.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.

Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.

Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.

Akibat dugaan korupsi ini, negara diperkirakan merugi hingga Rp152,5 miliar. Para tersangka diduga menggunakan uang ini untuk membiayai kebutuhan pribadi mereka.