JAKARTA - Komunikasi yang terjalin antara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dengan pihak berperkara, Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial berujung pelaporan ke polisi. Laporan ini dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
Komunikasi antara Lili dan Syahrial yang diawali dari perkenalan mereka di pesawat dari Medan menuju Jakarta dilaporkan oleh ICW pada Rabu, 8 September. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan Lili dilaporkan atas dugaan pelanggaran hukum Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK.
Dalam pasal itu disebutkan Pimpinan KPK dilarang berkomunikasi secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak berperkara dan pelanggaran ini bisa dijatuhi hukuman pidana 5 tahun penjara.
Keputusan pelaporan ini, kata Kurnia, akibat Dewan Pengawas KPK tak menindaklanjuti temuan mereka yang sudah terbukti dalam sidang etik beberapa waktu lalu.
"Kami tidak melihat niat Dewas untuk menindaklanjuti fakta-fakta yang terungkap di dalam Dewas," ungkapnya kepada wartawan usai menyampaikan pelaporan di Bareskrim Polri.
BACA JUGA:
Kurnia mengatakan pelaporan ini juga dilengkapi dengan barang bukti. Termasuk bukti komunikasi antara Lili dan Syahrial.
Adapun Syahrial saat ini berstatus sebagai terdakwa dalam kasus suap penghentian pengusutan perkara jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai dan tersangka dugaan jual beli jabatan.
"Ya kami lampirkan di sini dokumen-dokumen yang memperlihatkan secara jelas komunikasi antara Lili Pintauli Siregar dengan M. Syahrial," tegas Kurnia.
Dengan laporan tersebut, ICW berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit menginstruksikan jajarannya untuk menangani pelaporan itu. Dengan begitu, keadilan sambung Kurnia bisa ditegalkan.
"Kami menekankan agar Kapolri dapat mencermati lebih lanjut laporan ini. Karena sebenarnya faktanya sudah terang benderang, dalam persidangan Dewas disebutkan secara eksplisit Lili berkomunikasi dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial," papar Kurnia.
Terkait dengan pelaporan ini, KPK belum memberikan tanggapan apapun. Sementara Dewan Pengawas KPK sejak awal menyatakan mereka hanya mengurusi pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili.
Tak ada penyesalan dari Lili usai dinyatakan langgar etik
Beberapa waktu lalu, Dewan Pengawas KPK telah menjatuhkan sanksi berat kepada Lili berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama setahun setelah dia diputus melakukan pelanggaran etik. Dia disebut menyalagunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan M Syahrial yang terjerat kasus korupsi dugaan jual beli jabatan.
"Mengadili dan menyatakan terperiksa Lili Pintauli Siregar bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh selaku Pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani," kata Ketua Majelis Sidang Etik Tumpak Hatorangan dalam persidangan yang digelar secara daring, Senin, 30 Agustus.
Keputusan ini diambil karena Lili tak menunjukkan penyesalannya atas perbuatan yang dilakukan. Kedua, dia dianggap tak memberikan contoh serta teladan sebagai Pimpinan KPK.
Selanjutnya, persidangan ini mengungkap perkenalan antara Lili dan M Syahrial yang berujung pada pelanggaran etik. Anggota Majelis Sidang Etik Harjono mengatakan perkenalan keduanya terjadi pada Februari-Maret 2020.
Saat itu, Lili bertemu dengan Syahrial dalam penerbangan dari Medan menuju Jakarta dan mereka sempat berswafoto atau selfie bersama. Dari pertemuan itu, Lili diketahui sempat menanyakan perihal pembayaran uang jasa pengabdian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis yang bekerja di PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai.
Setelah perbincangan tersebut, Syahrial kemudian berinisiatif untuk meminta nomor handphone mantan Komisioner LPSK tersebut.
Kemudian, Syahrial menghubungi Lili untuk menginformasikan pembayaran uang jasa berjumlah Rp53.334.640 yang dicicil sebanyak tiga kali. Berikutnya, komunikasi kembali terjadi pada Juli 2020. Ketika itu, Lili menghubungi M Syahrial karena namanya ada dalam berkas korupsi jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.
"Terperiksa menghubungi M Syahrial pada saat terperiksa melihat berkas jual beli jabatan atas nama saksi M Syahrial di atas mejanya dengan mengatakan 'ini ada namamu di mejaku, bikin malu, Rp200 juta masih kau ambil'. M syarial menjawab dengan mengatakan 'itu perkara lama bu tolong dibantulah'," kata Harjono.
"Lalu terperiksa menjawab 'banyak berdoalah kau'," tambahnya.
Hanya saja, Sekretaris Pimpinan dan Pimpinan KPK lainnya ternyata tidak pernah menerima ataupun membaca berkas atau catatan terkait kasus jual beli jabatan yang menjerat M Syahrial.
Kemudian, pada Oktober 2020, Syahrial kembali menghubungi Lili dan memintanya agar membantu penanganan kasus dugaan korupsi. Adapun komunikasi ini dilakukan setelah penyidik melakukan penggeledahan di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.
Dalam komunikasi itulah Lili kemudian meminta Syahrial menghubungi Arif Aceh, seorang pengacara dari Medan untuk membantunya.
"Terperiksa menyarankan agar Syahrial menghubungi seorang pengacara di Medan dengan mengatakan, 'ya udah ini nomor Arif Aceh, komunikasilah dengan dia'," ujar Harjono.
Usai mendengar putusan Dewan Pengawas KPK, Lili tak menyampaikan penyesalan atau permintaan maaf atas perbuatan yang dilakukan. Ia hanya mengucapkan terima kasih setelah persidangan ditutup.
"Terima kasih, pak," kata Lili seperti dikutip dari persidangan yang digelar secara daring.
"Demikian ibu, ada yang mau disampaikan?" tanya Tumpak mengakhiri persidangan.
"Terima kasih, pak," ungkap mantan Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tersebut.
Pernyataan serupa juga disampaikannya di luar ruang sidang. Namun, Lili menambahkan tetap menerima putusan yang telah dijatuhkan pada dirinya.
"Saya menerima tanggapan Dewas. Saya terima, tidak ada upaya lain," tegasnya.