Bagikan:

JAKARTA - Plt. Sekretaris DPRD DKI Augustinus menjelaskan alasan sejumlah Anggota DPRD DKI belum menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tahun 2020.

Hal ini menanggapi Komisis Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan masih terdapat 62 persen Anggota DPRD DKI yang sudah menyerahkan LHKPN.

Augustinus menjelaskan, Anggota DPRD yang belum menyerahkan LHKPN bukan berarti malas. Hanya saja, mereka mengaku kekayaannya tak bertambah. Sehingga, nominal kekayaannya sama saja seperti LHKPN tahun lalu.

"Bukannya malas. Merasa sudah cukup tahun lalu. Mereka mengaku tidak ada penghasilan yang baru, bilang 'gaji saya habis mulu tiap bulan, mau beli apa?' begitu," kata Augustinus saat dihubungi, Rabu, 8 September.

Lalu, alasan lain Anggota DPRD DKI belum melaporkan LHKPN lantaran lupa. Jadi, mereka bukan tak mau menyerahkan pembaruan LHKPN tersebut.

"Mereka sih pada mau lapor, tapi kayaknya sih lupa. Bukan karena enggak mau melapor. Enggak ada maksud mereka enggak melapor," tutur Augustinus.

Karenanya, Augustinus menyebut Sekretariat DPRD DKI sudah menindaklanjutinya dengan mengirimkan surat kepada anggota DPRD DKI untuk menyerahkan LHKPN kepada KPK. Bahkan, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi juga mengingatkan kepada koleganya di dewan agar menyerahkan LHKPN kepada lembaga antirasuah.

“Kami sudah sampaikan melalui surat, tapi itu kayaknya harus door to door (datangi langsung). Kalau surat itu mereka suka lupa, jadi tidak dibaca,” ungkap dia.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, ada 6 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi yang penyerahan LHKPN masih di bawah 75 persen.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan 6 DPRD provinis ini padahal memiliki akses internet yang bagus bahkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk melakukan pelaporan. Hanya saja, nyatanya laporan kekayaan para legislator ini masih di bawah angka minimal.

Keenam DPRD provinsi itu adalah Papua Barat dengan 53 persen, Aceh dengan 53 persen, Kalimantan Barat dengan 58 persen, Sulawesi Tengah dengan 60 persen, DKI Jakarta dengan 62 persen, dan Papua dengan 75 persen.

"Ini yang mengaggetkan kita DKI Jakarta baru 62 persen (pelaporan LHKPNnya, red)," tegas Pahala.