Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan banyak aparatur sipil negara (ASN) di Pemprov Jateng ketakutan saat diminta untuk melaporkan harta kekayaan mereka. Ketakutan ini terkuak saat dirinya baru menjabat pada 2014 lalu.

Saat itu, masih banyak ASN yang wajib melaporkan harta kekayaannya takut melaksanakannya. Sehingga, politikus PDI Perjuangan itu berkonsultasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya tanya ke KPK. Kira-kira LHKPN ini sulitnya di mana," kata Ganjar mengawali ceritanya dalam diskusi yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Selasa, 7 September.

Selanjutnya, ia mendengar jawaban dari KPK jika para ASN kerap ketakutan menuliskan dari mana asal harta kekayaan mereka.

"Ternyata, ketakutan kita itu untuk menuliskan handphone kita yang dikasih orang bagaimana caranya, cara melaporkan Harley yang saya dapat dari orang ini gimana caranya. Wah itu, enggak ada yang berani mengisi," ujar Ganjar mengulang ketakutan para ASN di lingkungan pemerintahannya.

Sehingga, ia meminta komisi antirasuah untuk memberikan penjelasan terkait pengisian LHKPN kepada para pejabat di lingkungan pemerintahannya. Saat itu, kata Ganjar, KPK hanya meminta para pejabat daerah itu mengisi laporan apa adanya.

"Tuliskan saja apa adanya. Enggak usah takut karena apa. Karena belum ada orang dicokok KPK karena laporan LHKPN," ujarnya.

Lebih lanjut, Ganjar juga punya pengalaman menarik untuk memaksa anggota DPRD di Pemprov Jawa Tengah mengisi LHKPN.

Saat itu, kata Ganjar, bekerja sama dengan Pimpinan DPRD Pemprov Jateng mengumpulkan anggota DPRD di suatu tempat di wilayah Solo. "Lagi-lagi saya pinjam KPK," ungkap Ganjar.

"Kemudian dari KPK datang, DPRD datang kita bertemu dan saat itu pintu kita kunci. (Saya bilang, red) di belakang itu ada laptop. Kemarin bapak ibu diminta untuk membawa catatan harta kekayaan dan kita akan workshop bareng-bareng. Paham ya bapak ibu. Setelah sambutan saya pulang duluan dan anggota DPRD tidak ada yang boleh keluar dari ruangan sebelum isi," imbuh dia.

Setelah kejadian ini, tentu tingkat laporan harta kekayaan DPRD Provinsi Jateng menjadi 100 persen. Tapi, kepatuhan pelaporan ini bukan akhirnya hanya terjadi karena dipaksa tapi karena kesadaran mulai tumbuh.

"Dari sini ini memicu generasi berikut kalau enggak isi malu atau dikejar-kejar inspektorat. Jadi semuanya tak (saya, red) ingatkan sambil bercanda-canda," pungkas Ganjar sambil tertawa.