JAKARTA - Komandan Angkatan Udara yang membantu mengawasi penarikan terakhir pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan, merinci pengalaman bersejarah bagaimana pasukan menghabiskan tiga jam dengan cepat memuat beberapa pesawat militer, misi terakhir di medan perang terpanjang Negeri Paman Sam.
Letnan Kolonel Alex Pelbath, komandan misi dari lima pesawat militer AS terakhir yang keluar dari Afghanistan, mengatakan kepada CNN dalam sebuah wawancara, total ada 18 misi yang dilaksanakan selama proses evakuasi yang penuh dinamika, dengan ia berada di pesawat terakhir yang meninggalkan negeri itu pada Senin lalu.
"Saya memiliki seluruh gambar pasukan C-17 di depan saya," kata Pelbath, mengacu pada pemandangan yang dia miliki di dalam pesawat militer terakhir yang meninggalkan Afghanistan, mengutip CNN Jumat 3 September.
"Yang pasti gambar yang tidak akan pernah saya lupakan. Dan saya akan mengatakan momen yang saya lihat adalah, saya tidak percaya itu benar-benar ada di sini," tuturnya bergetar.
"Kelima pesawat itu, antara pendaratan pesawat pertama dan pesawat terakhir yang berangkat, adalah tiga jam. Jet khusus saya berada di darat hanya sekitar satu jam 15 menit, mungkin satu setengah jam," ungkapnya.
Komentar dari Pelbath memberikan wawasan baru tentang jam-jam terakhir perang 20 tahun AS, datang ketika para pejabat bergulat dengan bagaimana tepatnya mereka akan meneliti hari-hari terakhir yang dramatis dari konflik.
Pasukan AS bergegas untuk mengevakuasi orang Amerika dan Sekutu Afghanistan dalam episode hampir sebulan yang berubah menjadi kekerasan, ketika serangan teroris di bandara Kabul menewaskan 13 anggota layanan AS.
Ditanya tentang insiden tragis dan apakah itu memengaruhinya saat dia bekerja untuk menjalankan misi evakuasi, Pelbath mengatakan: "Tidak, bahaya tidak memengaruhinya sama sekali. Faktanya, yang Anda fokuskan adalah rencananya."
"Kami memiliki rencana luar biasa di sana," katanya, mencatat timnya telah menghabiskan beberapa hari di Kabul untuk menyusunnya.
"Alih-alih berfokus pada bahaya, apa yang dilakukan semua operator adalah Anda fokus pada misi yang Anda dapatkan. Jadi Anda fokus pada tugas individu Anda, Anda fokus pada kesuksesan dan Anda fokus melakukan bagian misi Anda serta kamu mungkin bisa," paparnya
Misi tersebut memiliki arti pribadi bagi Pelbath. Kakek-neneknya adalah pengungsi Hungaria yang melarikan diri ke Austria pada tahun 1957, di mana mereka menaiki penerbangan militer ke AS sebagai bagian dari 'Operasi Safe Haven'. Penerbangan itu berbasis di Charleston, Carolina Selatan, tempat Pelbath saat ini bermarkas.
Pelbath, yang lulus dari Akademi Angkatan Udara sesaat sebelum serangan 9/11 dan mengatakan karirnya berkisar di Afghanistan, menggambarkan misi evakuasi sebagai "tiga minggu terberat dalam hidup semua orang."
"Maksud saya bukan hanya terbang setiap hari, tetapi melakukan apa yang kami lakukan, saya tahu itu memakan banyak korban jiwa. Ada banyak orang yang, menurut saya, memiliki keterikatan emosional ke Afganistan," ujarnya getir.
Pelbath juga merinci perintah yang dia berikan ketika misi evakuasi terakhir akan diselesaikan, mengatakan ketika dia mendapat 'OK' dari Mayor Jenderal Chris Donahue, Komandan Divisi Lintas Udara ke-82, dia memberi perintah 'cangkang kerang,' untuk lima pesawat menutup pintu dan mulai meluncur di landasan pacu bandara Kabul.
BACA JUGA:
"Begitu semua pesawat melaporkan kepada saya bahwa mereka siap untuk berangkat, Jenderal Donahue mengacungkan jempol. Kami mengeluarkan seruan 'flush the force' dan itu adalah kode bagi kami semua untuk mulai berjalan di landasan pacu untuk kemudian lepas landas. Dan kemudian kelima pesawat berangkat dalam urutan 30 detik, jadi memberangkatkan semua pesawat dalam waktu kurang dari tiga menit," pungkasnya.