Mullah Abdul Ghani Baradar Pimpin Pemerintahan Afghanistan, Haibatullah Akhundzada Fokus Masalah Agama
Tokoh Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar. (Wikimedia/الحكومة الأفغانية)

Bagikan:

JAKARRA - Salah satu pendiri Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar akan memimpin pemerintahan baru Afghanistan yang akan diumumkan segera, sumber-sumber dalam kelompok tersebut mengatakan pada Hari Jumat.

Mullah Abdul Ghani Baradar, yang mengepalai kantor politik Taliban, akan bergabung dengan Mullah Mohammad Yaqoob, putra mendiang salah satu pendiri Taliban Mullah Omar, dan Sher Mohammad Abbas Stanekzai, dalam posisi senior di pemerintahan, kata tiga sumber.

Nama Mullah Abdul Ghani Baradar sudah beberapa kali disebut-sebut sebagai calon terkuat pemimpin pemerintahan baru Afghanistan.

"Semua pemimpin puncak telah tiba di Kabul, di mana persiapan sedang dalam tahap akhir untuk mengumumkan pemerintahan baru," kata seorang pejabat Taliban kepada Reuters, dengan syarat anonim, seperti dikutip Jumat 3 September.

"Haibatullah Akhundzada, pemimpin agama tertinggi Taliban, akan fokus pada masalah agama dan pemerintahan dalam kerangka Islam," kata sumber Taliban lainnya. 

Taliban yang berhasil merebut Kabul pada 15 Agustus lalu, berhasil menyapu sebagian besar negara itu, namun menghadapi perlawanan di Lembah Panjshir, utara ibukota, dengan laporan pertempuran sengit dan memakan korban jiwa.

Beberapa ribu pejuang milisi regional dan sisa-sisa angkatan bersenjata pemerintah telah berkumpul di lembah terjal di bawah kepemimpinan Ahmad Massoud, putra mantan komandan Mujahidin Ahmad Shah Massoud.

Upaya untuk merundingkan penyelesaian tampaknya telah gagal, dengan masing-masing pihak menyalahkan pihak lain atas kegagalan tersebut.

Sementara itu, legitimasi pemerintah di mata para donor dan investor internasional akan sangat penting bagi ekonomi yang bergulat dengan kekeringan dan kerusakan akibat konflik yang menewaskan sekitar 240.000 warga Afghanistan.

Kelompok-kelompok kemanusiaan telah memperingatkan bencana yang akan datang dan ekonomi, yang selama bertahun-tahun bergantung pada jutaan dolar bantuan asing, hampir runtuh.