Taliban Bersiap Umumkan Pemerintahan Baru di Istana Presiden, AS hingga Uni Eropa Masih Memantau
Ilustrasi Taliban. (Wikimedia Commons/isafmedia)

Bagikan:

JAKARTA - Taliban disebut tengah mempersiapkan pengumuman pemerintahan baru mereka, seiring dengan kondisi ekonomi negara itu membutuhkan gerak cepat pemerintahan pasca-keberhasilan merebut Kabul 15 Agustus lalu.

Pejabat Taliban Ahmadullah Muttaqi mengatakan di media sosial, sebuah upacara sedang dipersiapkan di istana presiden di Kabul, sementara penyiar swasta Tolo mengatakan pengumuman tentang pemerintahan baru sudah dekat.

"Kementerian Penerangan dan Kebudayaan telah membuat pengaturan untuk upacara mendatang di Istana Kepresidenan. Pengumuman pemerintahan baru akan dilakukan dalam upacara ini," tulisnya di Twitter.

Pemimpin tertinggi gerakan Islam, Haibatullah Akhundzada, diperkirakan memiliki kekuasaan tertinggi atas dewan pemerintahan, dengan seorang presiden di bawahnya, kata seorang pejabat senior Taliban, mengutip Reuters Kamis 2 September.

Legitimasi pemerintahan baru di mata para donor dan investor internasional akan sangat penting bagi perekonomian Afghanistan, yang kemungkinan besar akan runtuh setelah Taliban kembali berkuasa, kata para analis.

Pemimpin tertinggi Taliban memiliki tiga wakil, Mullah Mohammed Yaqoob, putra mendiang pendiri gerakan itu Mullah Omar; Sirajuddin Haqqani, pemimpin jaringan Haqqani dan Abdul Ghani Baradar, salah satu anggota pendiri kelompok tersebut.

Taliban telah mencoba untuk menampilkan wajah yang lebih moderat kepada dunia sejak mereka menyingkirkan pemerintah yang didukung AS dan kembali berkuasa bulan lalu, berjanji untuk melindungi hak asasi manusia dan menahan diri dari pembalasan terhadap musuh lama.

Tetapi, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan lainnya meragukan jaminan tersebut, dengan mengatakan pengakuan formal terhadap pemerintah baru dan bantuan ekonomi yang akan mengalir dari itu, bergantung pada tindakan Taliban.

"Kami tidak akan menuruti perkataan mereka, kami akan menerima mereka atas perbuatan mereka," kata Wakil Menteri Luar Negeri AS Victoria Nuland dalam jumpa pers pada Rabu.

"Jadi, mereka punya banyak hal untuk dibuktikan berdasarkan rekam jejak mereka sendiri. Sekarang mereka juga memiliki banyak keuntungan, jika mereka bisa menjalankan Afghanistan, jauh, jauh berbeda dari yang mereka lakukan terakhir kali mereka berkuasa," sambungnya.

Sementara Gunnar Wiegand, direktur pelaksana Komisi Eropa untuk Asia dan Pasifik, mengatakan, Uni Eropa tidak akan secara resmi mengakui kelompok Islam itu sampai memenuhi persyaratan, termasuk pembentukan pemerintah yang inklusif, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan akses tak terbatas bagi pekerja bantuan. Baca selengkapnya

"Tidak ada keraguan di antara negara-negara anggota (UE) dan dalam konteks G7, kita perlu terlibat dengan Taliban, kita perlu berkomunikasi dengan Taliban, kita perlu mempengaruhi Taliban, kita perlu memanfaatkan pengaruh yang kita miliki. miliki. Tapi, kami tidak akan terburu-buru mengakui formasi baru ini, atau membangun hubungan resmi," terangnya kepada anggota Parlemen Eropa di Brussels, Belgia.