Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem Hasan Aminuddin sebagai tersangka kasus dugaan suap jual-beli jabatan di Pemkab Probolinggo, Jawa Timur.

Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut, KPK mengungkap ternyata calon penjabat kepala desa harus membayar Rp20 juta dan upeti sebesar Rp5 juta per hektar dari tanah kas desa agar mendapatkan 'tiket emas' dari Hasan Aminuddin sebagai representasi Puput Tantriana.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Hasan Aminuddin punya peranan penting dalam kasus ini. Alasannya, calon kepala desa harus mendapat tanda tangannya untuk memuluskan langkah mereka.

"Ada persyaratan khusus di mana usulan nama para penjabat kepala desa harus mendapatkan persetujuan HA dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari PTS dan para calon penjabat kepala desa juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang," kata Alex dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Selasa, 31 Agustus dini hari.

Selain meminta uang Rp20 juta dari para calon kades, mereka juga diminta memberikan upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektar dan dikumpulkan melalui camat.

"Diduga ada perintah dari HA memanggil para camat untuk membawa para kepala desa terpilih dan kepala desa yang akan purnatugas," ungkap Alexander.

"HA juga telah meminta agar kepala desa tidak datang menemui HA secara perseoranagn akan tetapi dikoordinir melalui camat," imbuhnya.

Lalu berapa uang yang berhasil terkumpul sebelum mereka terjaring OTT?

Alexander mengatakan saat operasi senyap digelar pada Minggu, 29 Agustus dini hari, KPK berhasil mengamankan barang bukti berupa dokumen dan uang berjumlah Rp362,5 juta.

Uang tersebut, kata dia, berasal dari berbagai sumber. Pertama, uang tersebut berasal dari pertemuan 12 pejabat kepala daerah pada Jumat, 27 Agustus lalu.

Saat itu telah terkumpul uang sebesar Rp240 juta dari sejumlah calon kepala desa dan diserahkan kepada Camat Krejengan Dody Kurniawan untuk kemudian diserahkan pada Hasan Aminuddin dan Puput Tantriana Sari.

Sumber kedua, uang itu dari calon kepala desa yang ingin menjabat di wilayah Kecamatan Paiton dan telah dikumpulkan oleh Camat Paiton Muhamad Ridwan berjumlah Rp112,5 juta.

KPK masih belum tahu pasti tujuan pasangan suami istri ini menjual jabatan. Sehingga, Alexander memastikan akan terus mengusut kemana hasil jualan tersebut akan mengalir.

"Apa motifnya? Nanti akan didalami penyidik. Tentu saja kalau korupsi itu untuk mendapatkan sesuatu dan dalam hal ini uang. Nah, untuk apa uangnya? Bisa untuk macam-macam terserah mereka yang minta," ungkapnya.

Hanya saja, KPK menegaskan pemberian uang terhadap Puput merupakan syarat bagi ASN di Pemkab Probolinggo untuk menjabat sebagai kepala desa demi mengisi kekosongan akibat mundurnya pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak.

"Ada dong kontribusinya, Rp20 juta per orang dan ada tambahan upeti Rp5 juta per hektar dari tanah kas desa," tegas Alex.

Melengkapi pernyataan Alexander, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan pihaknya juga akan melakukan pelacakan adanya dugaan tindak pidana lain selain mendalami motif permintaan uang.

"Apakah ini dikatakan sebagai uang jajan atau apa, akan kami tanyakan lebih lanjut. Kami juga bertanggung jawab mentrace apakah ada hasil tindak pidana lain di luar tindak pidana yang berkaitan dengan pemungutan para PJ karena ada kekosongan," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap beli jabatan di Pemkab Probolinggo, Jawa Timur ada 22 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka yang terdiri dari 4 penerima suap dan 18 pemberi suap.

Empat orang penerima adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, anggota DPR Hasan Aminuddin, Camat Krejengan Doddy Kurniawan, dan Camat Paiton Muhamad Ridwan.

Sementara 18 pemberi yakni Sumanto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Syamsuddin sebagai tersangka pemberi. Mereka semua merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Probolinggo.

Saat ini, baru lima orang yang ditahan yaitu Puput, Hasan, Doddy, Ridwan, dan Sumarto. Puput ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih. Hasan ditahan di Rutan KPK cabang Kavling C1.

Sementara itu, Doddy ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Lalu, Ridwan ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan dan Sugito ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Guntur. Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 31 Agustus hingga 19 September.

Dalam kasus ini, pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan para penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.