JAKARTA - Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto mengatakan, kosongnya jabatan kepala desa akibat mundurnya pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) dimanfaatkan oleh Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya yang juga anggota DPR RI Hasan Aminuddin berbuat rasuah.
Apalagi, bupati memiliki hak prerogatif untuk memilih penjabat kepala desa dan hal ini yang dimanfaatkan oleh Puput.
"Ini prerogatif bupati kemudian sambil mengisi kekosongan. Sehingga ditunjuklah dan dimanfaatkan karena ada kewenangan bupati," kata Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Selasa, 31 Agustus.
Karyoto mengatakan Puput seharusnya mencari orang terbaik untuk menjadi penjabat kepala desa bukan malah menjual kursi seharga Rp20 juta bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkab Probolinggo.
"Harusnya ada usulan dicari yang terbaik tapi ini dicari yang sepakat sehingga terjadi pemungutan terhadap pihak yang akan dijadikan penjabat," tegas Karyoto.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan hal serupa sebenarnya mungkin terjadi di wilayah lain yang melaksanakan pilkades secara serentak.
"(Pilkades, red) serentak bisa jadi stimultan untuk terjadinya peluang-peluang semacam ini," ungkap Karyoto.
Sehingga, KPK akan terus melakukan monitoring dengan cara tertentu dan akan menindaklanjuti jika ada laporan langsung dari masyarakat.
"Kami tidak akan tinggal diam. Sesuai batas kemampuan, kami akan melakukan monitoring dengan cara tertentu. Tentu kita akan cari, kalau memang ada kemungkinan menyusul yang terjadi motif seperti ini," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan 22 orang tersangka yang terdiri dari empat penerima suap dan 18 pemberi.
Empat orang penerima adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, anggota DPR Hasan Aminuddin, Camat Krejengan Doddy Kurniawan, dan Camat Paiton Muhamad Ridwan.
Sementara 18 pemberi yakni Sumanto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Syamsuddin sebagai tersangka pemberi. Mereka semua merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Probolinggo.
Saat ini, baru lima orang yang ditahan yaitu Puput, Hasan, Doddy, Ridwan, dan Sumarto. Mereka ditahan di tempat berbeda.
Puput ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih. Hasan ditahan di Rutan KPK cabang Kavling C1.
Sementara itu, Doddy ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Lalu, Ridwan ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan dan Sugito ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Guntur. Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 31 Agustus hingga 19 September.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan para penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.