Peran Anggota DPR RI Hasan Aminuddin di Kasus Jual Beli Jabatan Kades di Probolinggo
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya yang juga anggota DPR RI Hasan Aminuddin dalam konferensi pers penahanan/Humas KPK RI

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkap peran anggota DPR RI Fraksi NasDem Hasan Aminuddin (HA) dalam dugaan suap jual beli jabata kepala desa (kades) di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Ia menyebut peran suami Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari itu sangat penting karena calon kepala desa harus mendapatkan tanda tangannya sebagai tiket untuk memuluskan langkah. Adapun 'harga' satu tanda tangan dari Hasan Aminuddin mencapai Rp20 juta.

"Ada persyaratan khusus di mana usulan nama para penjabat kepala desa harus mendapatkan persetujuan HA dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari PTS dan para calon penjabat kepala desa juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang," kata Alexander dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring di YouTube KPK RI, Selasa, 31 Agustus.

Selain meminta uang Rp20 juta dari para calon kades, mereka juga diminta memberikan upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektar dan dikumpulkan melalui camat.

"Diduga ada perintah dari HA memanggil para camat untuk membawa para kepala desa terpilih dan kepala desa yang akan purnatugas," ungkap Alexander.

"HA juga telah meminta agar kepala desa tidak datang menemui HA secara perseoranagn akan tetapi dikoordinir melalui camat," imbuhnya.

Selanjutnya, KPK menyebut Hasan telah mengantongi uang sebesar Rp112,5 juta dari sejumlah calon penjabat kepala desa yang berasal Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkab Probolinggo. Nantinya, uang tersebut akan diserahkan pada istrinya, Puput Tantriana untuk mereka manfaatkan.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan 22 orang tersangka yang terdiri dari empat penerima suap dan 18 pemberi.

Empat orang penerima adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, anggota DPR Hasan Aminuddin, Camat Krejengan Doddy Kurniawan, dan Camat Paiton Muhamad Ridwan.

Sementara 18 pemberi yakni Sumanto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Syamsuddin sebagai tersangka pemberi. Mereka semua merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Probolinggo.

Saat ini, baru lima orang yang ditahan yaitu Puput, Hasan, Doddy, Ridwan, dan Sumarto. Mereka ditahan di tempat berbeda.

Puput ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih. Hasan ditahan di Rutan KPK cabang Kavling C1.

Sementara itu, Doddy ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Lalu, Ridwan ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan dan Sugito ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Guntur. Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 31 Agustus hingga 19 September.

Dalam kasus ini, pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan para penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.