Bagikan:

JAKARTA - Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Harun Al Rasyid mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) tidak hanya terjadi karena penyadapan terhadap calon koruptor. Banyak cara lain yang bisa dilakukan bahkan persentase teknik ini untuk membongkar satu kasus hanya sekitar 15 persen.

Hal ini disampaikannya untuk menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menyebut OTT terjadi karena calon koruptor yang disadap komisi antirasuah melakukan kecerobohan sehingga mereka dapat diikuti pergerakan.

"Penyadapan itu hanya satu cara dan sejak 10 tahun ke belakang, penyadapan itu hanya menyumbang tidak lebih dari 10-15 persen saja terbongkarnya kasus," kata Harun kepada wartawan yang dikutip Kamis, 26 Agustus.

Ia mengatakan operasi senyap yang biasa dilakukan KPK itu biasanya berawal dari penyelidikan tertutup dengan beragam teknik dan strategi seperti penguntitan, profiling, penyamaran, penyadapan, informan handling, accounting forensic, dan cara lainnya. Kata Harun, masing-masing teknik tersebut bisa digunakan secara bersama-sama atau sendiri.

"Investigator punya beragam cara mendapatkan bukti atau petunjuk untuk membongkar dan selanjutnya membungkus para TO (target operasinya)," tegas Harun.

"Bila investigator atau penyelidik hanya terpaku pada upaya penyadapan saja maka itu akan ketinggalan zaman," imbuh pegawai yang tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan OTT yang dilakukan KPK biasanya diawali dari hasil sadapan. Tapi, di tengah pandemi COVID-19 pihaknya tak bisa melakukan pengawasan terhadap nomor-nomor yang sudah terdaftar karena akan kewalahan.

Sehingga, untuk terus melakukan penindakan korupsi, KPK berupaya melakukan case building atau mengusut kasus korupsi yang sudah ada. "Jadi kami tidak hanya mengandalkan alat sadap," ungkap Alex dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Selasa, 23 Agustus.

Selain itu, dia juga mengatakan komisi antirasuah akan mencari cara baru dalam melakukan penyadapan. Hal ini dilakukan karena sekarang calon koruptor sudah makin pintar mengelabui komisi antirasuah.

"Tentu kita harus entah caranya dengan perbaikan alat-alat kita atau bagaimana, supaya bisa meng-capture (menangkap, red) komunikasi yang tidak hanya lewat telepon tapi lewat email dan sebagainya," ujarnya.