Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan adanya prinsip kebebasan hakim dalam tiap persidangan termasuk dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa.

Hal ini disampaikan untuk menjawab tudingan vonis rendah mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara disebabkan karena rendahnya tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.

"Ada prinsip kebebasan hakim dalam proses persidangan. Hakim tentu tidak tergantung pada tuntutan, amar tuntutan dari jaksa," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 24 Agustus.

Dalam penuntutan, Ali menjelaskan, jaksa hanya meminta hukuman ke hakim sesuai temuan dan pertimbangan yang diperoleh selama masa persidangan. Sehingga, urusan putusan dalam persidangan tindak pidana korupsi tentu akan ditentukan dan jadi hak majelis hakim.

"Saya kira hakim mempertimbangkan. Kemarin kita sudah mendengar ada alasan memberatkan, alasan meringankan, ada pertimbangan lain. Itulah yang menjadi dasar putusan amarnya dibacakan," tegas Ali.

Lebih lanjut, KPK juga menilai kritikan yang disampaikan pada pihaknya terkait tuntutan Juliari juga keliru. Kata Ali, JPU KPK tak ikut dalam pembahasan tuntutan yang akan diajukan.

"Tapi, kemudian apresiasi kami tentukan seluruh amar tuntutan dari jaksa itu dikabulkan baik pidana badan, uang pengganti, denda, sampai pencabutan hak politik," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta terhadap Juliari karena terbukti bersalah dalam kasus suap bantuan sosial (bansos) COVID-19. Ia juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp14,59 miliar dan dilarang terjun ke dunia politik setelah bebas selama empat tahun.

Mantan Menteri Sosial ini dijatuhi hukuman setelah terbukti menerima Rp32,48 miliar dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial COVID-19. Rinciannya, dia menerima Rp1,28 miliar dari Harry van Sidabukke, Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar M, dan Rp29,25 miliar dari beberapa vendor bansos COVID-19 lainnya.

Atas perbuatannya Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.