Israel Berkeras Tahan Bantuan Qatar dan Enggan Longgarkan Pembatasan, Hamas: Kami Tidak akan Tinggal Diam!
Ilustrasi tentana Hamas. (Antara/REUTERS/Mohammed Salem/wsj

Bagikan:

JAKARTA - Bentrokan bersenjata antara Israel dengan Hamas terancam pecah kembali, seiring dengan gagalnya mediator internasional dalam mencapai kesepakatan, terkait bantuan dari Qatar untuk Jalur Gaza dan pelonggaran pembatasan.

Kegagalan Israel untuk melonggarkan pembatasan, serta memfasilitasi rekonstruksi rumah yang hancur selama perang 11 hari dengan Hamas pada Mei lalu, berarti hitungan mundur untuk konfrontasi militer telah dimulai, kata Palestina Minggu kemarin.

Sementara, beberapa faksi Palestina dijadwalkan mengadakan pertemuan pada Hari Senin di Gaza, membahas langkah mereka selanjutnya karena tidak adanya solusi untuk pengiriman hibah Qatar kepada sekitar 100.000 keluarga Palestina.

Analis politik Palestina Hassan Abdo mengatakan, 'pengepungan' dan 'penundaan' Israel yang sedang berlangsung dan kegagalan upaya mediasi, akan mendorong faksi-faksi Palestina untuk meningkatkan situasi. 

Abdo mengatakan kepada situs berita Palestina Donia al-Watan, krisis ekonomi di Jalur Gaza telah meningkat sejak perang Israel-Hamas pada Bulan Mei. Dia mengatakan, faksi-faksi Palestina yang berbasis di Gaza memiliki beberapa opsi untuk menanggapi 'kekerasan hati' Israel.

Pilihannya termasuk menangani para mediator untuk meningkatkan tekanan terhadap Israel, dan melanjutkan demonstrasi di sepanjang perbatasan Gaza - Israel, kata Abdo. Dia memperkirakan, 

bentrokan senjata berikutnya dengan Israel akan terbatas di Jalur Gaza.

"Kecuali jika ada perkembangan di Yerusalem, yang merupakan garis merah untuk perang regional," terangnya seperti melansir The Jerusalem Post Senin 16 Agustus.

palestina israel
Ilustrasi truk bahan bakar diizinkan masuk Jalur Gaza. (Twitter/@ShehabAgency)

Terpisah, Analis politik Palestina Hussam al-Dajani mengatakan faksi-faksi Palestina tidak punya pilihan selain menanggapi, mengingat situasi kemanusiaan yang sulit yang dapat menyebabkan ledakan populer. Menurutnya, konfrontasi militer (dengan Israel) bukanlah tujuan faksi. Ini bertujuan untuk menarik perhatian dunia pada pengepungan dan penderitaan penduduk Jalur Gaza.

Ada pun ahli Palestina tentang masalah Israel Ahed Farawneh mengatakan kepada Donia al-Watan, situasi sulit di Jalur Gaza menunjukkan bahwa masalah sedang menuju eskalasi karena pendudukan menghindari pelonggaran pembatasannya”

Terkait masalah ini, juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan pada Hari Minggu kemarin, kelanjutan pengepungan akan menyebabkan ledakan setiap saat. Qasem menegaskan, faksi Palestina akan mengumumkan posisi yang jelas tentang masalah ini.

"Ketegangan nyata akan terjadi di kawasan jika pendudukan terus memperketat pengepungan di Jalur Gaza. Kelompok-kelompok perlawanan Palestina tidak bisa tinggal diam ketika mereka melihat pengepungan dan hukuman kolektif ini diterapkan di Jalur Gaza. Dan itu adalah hak rakyat kami untuk hidup dalam kebebasan dan martabat. Kami tidak bisa berkompromi dengan masalah ini," ancamnya.

Qassem mengungkapkan, faksi-faksi yang berbasis di Gaza sedang mengoordinasikan gerakan mereka, mempelajari langkah selanjutnya disesuaikan dengan pembacaan situasi yang terjadi.

"Kami tidak akan membiarkan pendudukan memeras kami dengan imbalan tujuan kami yang adil, seperti rekonstruksi, masuknya bantuan, mencabut pengepungan, dan menjamin kebebasan bergerak untuk orang dan barang," tegasnya.

israe palestina
Ilustrasi tentara Israe dengan anak-anak Palestina di wilayah perbatasan. (Wikimedia Commons/Harry Pockets)

Sementara itu, Brigade al-Nasser Salah al-Din dari Komite Perlawanan Populer, yang terdiri dari berbagai kelompok perlawanan bersenjata di Jalur Gaza memperingatkan, faksi-faksi Palestina tidak akan berpangku tangan, mengingat kekeraskepalaan dan arogansi Israel yang sedang berlangsung.

Faksi-faksi Palestina tidak akan memberi musuh lebih banyak waktu untuk memenuhi tuntutan mereka. Kelompok tersebut meminta para mediator untuk segera turun tangan untuk mencegah eskalasi, memaksa Israel untuk mematuhi kesepahaman yang dicapai pada bulan Mei.

Setali tiga uang, Pusat Hak Asasi Manusia Palestina al-Mezan juga memperingatkan, akan bentrokan bersenjata baru dengan Israel, karena ketidakmampuan masyarakat memenuhi kewajibannya. Menurutnya, situasi kemanusiaan di Jalur Gaza merupakan pemicu nyata untuk konflik baru.

"Otoritas pendudukan terus mencegah masuknya sebagian besar jenis bahan baku dan barang-barang yang diperlukan untuk pekerjaan pabrik dan bengkel industri, seperti bahan kimia, kayu, produk furnitur dan mobil. Dengan pengecualian beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan deterjen dan plastik, yang berkontribusi pada peningkatan jumlah pengangguran dan orang miskin," jelas organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan.

Untuk diketahui, pekan lalu Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT) mengumumkan bahwa Israel akan mengizinkan masuknya 1.000 pedagang dan 350 pengusaha dari Gaza ke Israel. Selain itu, semua barang Gaza sekarang dapat memasuki Israel untuk pertama kalinya sejak akhir perang Mei, kepala COGAT Mayor Jenderal, Ghassan Alian mengumumkan.

Kendati demikian, Raed Fattouh, ketua Komite Pemasukan Barang Palestina, mengatakan bahwa Palestina belum menerima daftar barang dan barang dagangan yang diizinkan masuk dan keluar dari Gaza.