Bagikan:

JAKARTA - Di bawah tekanan dari sektor bisnis dan publik terkait dengan ancaman kekurangan tenaga kerja, dikhawatirkan memicu inflasi, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengungkap rencana untuk membuka kembali perbatasan negara tersebut.

PM Ardern mendapat pujian global karena menahan transmisi lokal COVID-19 melalui strategi eliminasi, memberlakukan penguncian ketat serta menutup perbatasan internasional Selandia Baru pada Maret 2020.

Namun, taktik itu sekarang membebani ekonomi yang sangat bergantung pada tenaga kerja imigran, menyebabkan biaya lebih tinggi dan output pekerjaan lebih rendah.

Sektor susu, hortikultura, perumahan, layanan, kesehatan, dan sektor publik lainnya melaporkan kekurangan staf, meminta pemerintah untuk membuka penutupan perbatasan.

Tekanan terlihat pada Hari Senin ketika sekitar 1.500 bidan rumah sakit keluar dari pekerjaannya, dengan alasan terlalu banyak bekerja karena kurangnya tenaga kerja.

Sementara, lebih dari 30.000 perawat akan mogok akhir bulan ini untuk kedua kalinya sejak Juni, menuntu gaji dan kondisi kerja yang lebih baik di tengah kekurangan staf.

"Kami mengandalkan perawat berkualifikasi internasional untuk memenuhi kebutuhan staf kami. Tetapi dengan penutupan perbatasan, kami tidak mendapatkan apa pun," kata manajer layanan industri Organisasi Perawat Selandia Baru Glenda Alexander, mengutip Reuters Senin 9 Agustus,

"Perawat kelelahan, mereka sendiri sakit dan terus-menerus khawatir bahwa mereka akan membuat kesalahan yang dapat mempengaruhi pasien mereka," sambungnya.

Sektor perhotelan juga mengalami hal yang sama. Sementara, sekitar 2.000 restoran menghentikan layanan dan mematikan lampu bulan lalu, sebagai bagian dari kampanye dua bulan untuk menarik perhatian pemerintah lantaran kekurangan koki dan tenaga kerja terampil lainnya.

selandia baru
Ilustrasi bandara di Selandia Baru. (Wikimedia Commons/Nick-D)

Mendapati kenyataan ini, PM Ardern telah mengindikasikan dia akan tetap berhati-hati ketika Kamis mendatang akan menguraikan rencana enam bulan pemerintahnya untuk kesehatan masyarakat dan kontrol perbatasan.

"Setiap perubahan pengaturan perbatasan akan dipertimbangkan secara hati-hati, secara bertahap, berdasarkan risiko. Kami telah datang terlalu jauh dan mendapatkan terlalu banyak kebebasan untuk terburu-buru pada langkah berikutnya dan mundur," jelasnya.

Pekan lalu, PM Jacinda Ardern membuka perjalanan satu arah bebas karantina untuk pekerja musiman dari Samoa, Tonga dan Vanuatu, semua negara tanpa kasus COVID-19 aktif, untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja di industri hortikultura.

Sementara itu, ekonom Selandia Baru memprediksi tekanan akan memaksa Reserve Bank of New Zealand (RBNZ), untuk memperketat kebijakan moneter minggu depan guna menghindari overheating ekonomi.

"Kebijakan moneter dan fiskal sangat mungkin terlampaui dalam menciptakan permintaan," jelas Kepala Ekonom ANZ Sharon Zollner.

Kekhawatiran utama bagi PM Ardern dan pembuat kebijakan adalah varian Delta virus corona, yang mengamuk di negara tetangga Australia dan dunia. Wabah tersebut membuat PM Ardern menangguhkan gelembung perjalanan bebas karantina antara Selandia Baru - Australia.

Para ahli telah memmeringatkan, kedatangan varian Delta ke Selandia Baru akan mengakibatkan penguncian yang lebih lama, terutama mengingat hanya 21 persen populasi negara itu yang telah divaksinasi sepenuhnya.

"Itu (Delta) jauh lebih berbahaya daripada jenis COVID lainnya. Ini mengubah perhitungan risiko kami dengan cara yang sama, seperti mengubah perhitungan risiko semua orang," tukas PM Selandia Baru Jacinda Ardern.

Untuk diketahui, Selandia Baru mencatat sekitar 2.500 kasus COVID-19, termasuk 26 kematian, salah satu yang terendah di dunia, dengan kasus penularan lokal terakhir yang dilaporkan terjadi pada Februari lalu.