KPK Kembali Tahan Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Tanah Munjul, Kali Ini Giliran Direktur PT ABAM
Ketua KPK Firli Bahuri

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM), Rudi Hartono Iskandar (RHI) dalam dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta. Penahanan baru dilakukan setelah dia ditetapkan jadi tersangka sejak 28 Mei lalu.

"Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka RHI selama 20 hari pertama terhitung mulai 2 Agustus sampai 21 Agustus di Rutan KPK Kavling C1," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Senin, 2 Agustus.

Hanya saja, Rudi Hartono Iskandar akan lebih dulu melakukan isolasi mandiri demi mencegah terjadinya penyebaran COVID-19 di dalam lingkungan Rutan KPK.

Ada pun dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan dan menahan tiga orang tersangka lebih dulu. Mereka adalah Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles; Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene; dan Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian.

Selain itu, KPK juga menetapkan tersangka korupsi korporasi yaitu PT Adonara Propertindo.

Dalam kasus ini, Rudi meminta Anja dan Tommy Adrian untuk mendekati Yayasan Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus pada Februari 2019. Pendekatan ini berujung pada penawaran tanah ke Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) yang menggunakan nama anaknya, Andyas Geraldo.

"Surat penawaran tanah Munjul Pondok Ranggon kepada pihak PPSJ baik atas nama Andyas Geraldo dan tersangka AR dibuat dengan harga Rp7,5jt per meter persegi yang diklaim sebagai sebagai pemilik tanah. Padahal, tanah itu masih milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus," jelas Firli.

Setelah itu, pada Maret 2019, Anja dan Tommy kembali menemui kongregasi suster tersebut dan menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah Munjul dengan luas 41.921 meter persegi dengan harga Rp2,5 juta per meter persegi. Harga ini kemudian disetujui Rudi dengan membayarkan uang muka sebesar Rp5 miliar.

Selanjutnya, di bulan yang sama, Yoory sebagai Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya menyiapkan pembayar 40 persen sebesar Rp108,99 miliar padahal negosiasi pembelian belum dilakukan. Akibatnya, KPK menduga telah terjadi kerugian negara sebesar Rp152,5 miliar.

Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.