JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses pengajuan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Pendalaman ini dilakukan dengan memeriksa eks Plt Sekda DKI Jakarta Sri Haryati.
Dia diperiksa sebagai saksi dalam dugaan kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta.
"Sri Haryati, Plt Sekda DKI Jakarta 2020 didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan proses pengajuan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD) dari Pemprov DKI Jakarta kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 5 Agustus.
KPK menduga anggaran dari PMD Pemprov DKI Jakarta itulah yang digunakan untuk pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta.
Selain itu, KPK juga mendalami teknis pencairan anggaran PMD. Pendalaman ini dilakukan dengan memeriksa Kabid Usaha Transportasi, Properti, dan Keuangan Badan Pembinaan BUMD Pemprov DKI Jakarta Ahmad Ghifari.
Selanjutnya, KPK juga telah memerika General Manager KSO Nuansa Cilangkap/Junior Manager sub Divisi Pengembangan PPSJ periode 2019-2020, Maulina.
"Saksi didalami pengetahuannya antara lain terkait berbagai tahapan awal dilakukannya pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung," ujar Ali.
Diberitakan sebelumnya, KPK tengah mengusut proses pengelolaan APBD DKI Jakarta. Apalagi, ada dugaan peruntukan anggaran tidak sesuai dalam proses pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.
Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.
Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
Akibat kasus ini, negara merugi hingga Rp152,5 miliar. KPK menduga uang dari dugaan korupsi ini digunakan untuk membiayai kebutuhan pribadi para tersangka.