KPK Masih Garap Kasus Lain yang Diduga Berkaitan dengan Korupsi Pengadaan Tanah Munjul
Gedung KPK (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap pihaknya masih membidik kasus korupsi lain yang diduga berkaitan dengan pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Hal ini dilakukan untuk menjerat pelaku lain yang diduga turut menikmati uang rakyat.

"Soal Munjul ini sebenarnya kita masih menggarap ada beberapa kaitannya (dengan kasus, red) yang lain," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto yang dikutip dari YouTube KPK RI, Kamis, 11 November.

Pengembangan dugaan korupsi, sambungnya, akan dilakukan dalam satu rangkaian sekaligus. Karyoto bilang, hal tersebut sesuai dengan arahan Dewan Pengawas KPK.

"Kita tidak boleh menzalimi tersangka yang berkali-kali. Nanti kalau memang perkara ini sudah siap kita bangun, sudah kita selesaikan proses penyelidikannya, nah, akan sekaligus," tegasnya.

Lebih lanjut, Karyoto bilang KPK tidak akan ragu untuk menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pengembangan kasus Munjul yang kini sudah disidangkan. Semua dugaan yang ada, nantinya akan disatukan dengan dugaan lain yang kini sedang ditelisik.

"Karena kalau TPPU hanya satu perkara itu tidak akan menggigit perkara-perkara lainnya," ungkap Karyoto.

"Nanti ketika sudah lengkap perkara ini, kerugiannya sekian akan dijadikan satu dan mudah-mudahan dalam satu tuntutan dalam perkara yang lain," imbuhnya.

Dalam kasus pengadaan tanah di Munjul, KPK sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.

Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.

Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.

Akibat dugaan korupsi ini, negara diperkirakan merugi hingga Rp152,5 miliar. Para tersangka diduga menggunakan uang ini untuk membiayai kebutuhan pribadi mereka.