Bagikan:

JAKARTA - Presiden Tunisia Kais Saied menolak tudingan dirinya telah melakukan kudeta, setelah mencopot Perdana Menteri Hichem Mechichi serta membekukan parlemen, Senin 26 Juli kemarin.

Mengutip Arab News Selasa 27 Juli, Presiden Saied menggunakan kekuasaan darurat di bawah konstitusi, setelah berbulan-bulan kebuntuan dan perselisihan dengan partai Islamis Ennahda.

Presiden Saied mengatakan, dia telah mengambil keputusan yang diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia, negara bagian dan rakyat Tunisia," menyusul protes jalanan terhadap penanganan pemerintah terhadap pandemi COVID-19.

Selain perdana menteri, Presiden Saied juga memberhentikan Menteri Pertahanan Tunisia Ibrahim Bartaji dan Hasna Ben Slimane, penjabat menteri kehakiman, serta memerintahkan pemberlakuan jam malam mulai pukul 19.00 hingga 06.00 waktu setempat.

Presiden Saied menegaskan, tindakannya adalah tanggapan konstitusional dan populer terhadap kelumpuhan ekonomi dan politik selama bertahun-tahun, dan konstitusi memberinya kekuatan untuk membubarkan pemerintah, menunjuk pemerintahan sementara, membekukan parlemen dan mencabut kekebalan anggotanya.

"Saya memperingatkan siapa pun yang berpikir untuk menggunakan senjata dan siapa pun yang menembakkan peluru, angkatan bersenjata akan merespons dengan peluru," katanya dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi, mengutip Reuters Senin 26 Juli.

Sementara itu, Perdana Menteri Hichem Mechichi yang diberhentikan mengatakan, dia tidak akan menjadi elemen yang mengganggu, dan akan menyerahkan tanggung jawab kepada siapa pun yang dipilih presiden. Dia siap melayani Tunisia dalam peran apa pun, ujar Mechichi.

Terpisah, massa membanjiri jalan-jalan di ibu kota Tunis untuk mendukung tindakan presiden. Tentara memblokade gedung parlemen di Tunis dan mengepung kantor Mechichi. Di luar gedung, pendukung saingan Saied dan Ennahda saling melemparkan hinaan dan botol.

"Kami di sini untuk melindungi Tunisia. Kami telah melihat semua tragedi di bawah pemerintahan Ikhwanul Muslimin," kata Ayman, salah satu pendukung presiden.

Menanggapi situasi yang terjadi, Ketua Parlemen sekaligus pemimpin Ennahda Rached Ghannouchi, mengutuk apa yang terjadi dan menyebutnya sebagai serangan terhadap demokrasi, mendesak rakyat Tunisia untuk turun ke jalan sebagai oposisi.

"Kais Saied menyeret negara itu ke dalam bencana," ujar Ghannouchi kepada televisi Turki.