Bagikan:

JAKARTA - Ikhwanul Muslimin (IM) adalah gerakan Islam terbesar di Mesir. Sebagai organisasi massa, IM didirikan oleh Hassan Al-Banna. Tujuannya menjadikan Alquran dan Hadis sebagai ideologi umat Islam pada 1928.

Dalam konteks itu, IM jadi alat pejuang Mesir lepas dari belenggu kolonialime Inggris. IM juga sempat dicap radikal. Di balik semuanya, perjuangan IM justru diadopsi oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

IM membuktikan bahwa agama dan politik dapat berjalan beriringan. Semula, Hassan Al-Banna mendirikan IM terbatas dalam hal menyebarkan nilai-nilai Islam. Dalam pandangannya, Islam adalah jalan hidup yang menyeluruh.

Untuk itu Hassan Al-Banna sering mengkiritik ulama Islam yang terdahulu karena mereka hanya menerapkan Islam secara sepotong-sepotong. Padahal Islam secara menyeluruh membahas perkara akidah, syariah, din (agama), dan Daulah (negara).

Atau seperti yang sering dikatakan oleh Hassan Al-Banna: Yang terpenting bagi kita adalah Islam, apapun bajunya.

Hassan Al-Banna dengan sejumlah ulama Timur Tengah (Sumber: Commons Wikimedia)

Buahnya, Hassan Al-Banna bersama keenam sahabatnya mendirikan IM. Mereka adalah Hafidh Abdul Hamid (tukang kayu), Ahmad Al Khushari (tukang cukur), Fuad Ibrahim (penarik pajak), Abdurrahman Hasbullah (sopir), Ismail Izz (tukang kebun), dan Zaki Al Maghribi (tukang gerobak).

Tujuan pendirian IM adalah menjadikan Alquran dan Hadis sebagai ideologi umat Islam. Secara tak langsung gerakan tersebut meluas hingga jadi sentra perlawanan utama Mesir lepas dari Belenggu kolonialisme Inggris.

“1936 meletus konflik Palestina-Israel. Ikhwan Al Muslimun (Ikhwanul Muslimin) menyerukan perlawanan untuk membela hak hak rakyat Palestina. Ikhwan segera mengobarkan patriotisme dan nasionalisme negara-negara Arab," tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Jalan Berduri Ikhwan Al-Muslimun (2001).

"Selain itu, jemaah Ikhwan selalu membaca doa Qunut untuk Palestina dalam setiap salat wajibnya agar mendapat kemudahan dan pertolongan dari sang Khalik. Doa ini pula yang digunakan Ikhwan Al-Muslimun untuk mengusir Inggris dari tanah Mesir,” lanjut laporan itu.

Ikhwanul Muslimin dan Indonesia

Hassan Al-Banna (Sumber: Commons Wikimedia)

Selain itu Hassan Al-Banna diketahui sering melemparkan gagasan terkait pembaharuan prinsip negara Islam di Mesir. Bahkan Hassan Al-Banna telah dua kali mencoba duduk di kursi parlemen Mesir pada 1942-1944.

Upaya itu dilakukan Hassan Al-Banna sebagai langkah membebaskan Mesir dari kekuasaan asing yang tak mempedulikan prinsip Islam. Berdasar itu pengaruh IM jadi sedemikian besar, termasuk mendorong Mesir jadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

Dukungan kepada Indonesia diberikan sesuai dengan prinsip Hassan Al-Banna yang anti-kolonialisme. Apalagi IM jadi salah satu aktor lahirnya Lajnatud Difa'i'an Indonesia (Panitia Pembela Indonesia), sebuah organisasi yang menghimpun dukungan rakyat Mesir bagi kemerdekaan Indonesia.

Dalam hal itu Hassan Al-Banna sendiri menyambut perwakilan Indonesia, Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim kala berkunjung mencari dukungan ke Mesir pada 16 Oktober 1945. Pun karena Indonesia sendiri adalah negara yang penduduknya mayoritas Muslim terbesar di dunia.

“Seperti dalam kasus masyarakat Barat yang lebih cenderung pada pembangunan unsur fisik dalam tatanan kehidupannya, ini tidak dikehendaki oleh Islam," sebentuk pandangan Hassan Al-Banna, dikutip Hafniati dalam buku Moderasi Dakwah Hasan Al-Banna dalam Pengembangan Masyarakat Islam di Indonesia (2020).

"Adapun kami, kata Al-Banna, percaya bahwa di pundak setiap muslim terpikul amanah besar untuk mengorbankan seluruh jiwa, darah, dan hartanya demi membimbing umat manusia menuju cahaya Islam.” 

“Dari sini, kita mendapatkan gambaran bahwa tujuan hidup seorang muslim tidaklah hanya dibatasi oleh wilayah (region) tertentu, tetapi dalam skala yang lebih luas adalah untuk seluruh umat manusia,” tambahnya.

Paham Ikhwanul Muslimin dalam PKS

Anis Matta di depan pendukung PKS di Padang (Sumber: Commons Wikimedia)

Selepas dukungan besar kepada kemerdekaan Indonesia, pada 1980-an hingga 1990-an IM mulai menancapkan pengaruhnya pada gerakan keislaman dalam negeri. Pengaruh itu hadir oleh ramainya gerakan halaqah (mengaji) di kampus-kampus Tanah Air yang banyak mengadopsi metode gerakan dan pendidikan IM.

Mula-mula di universitas negeri, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknik Bandung, dan Institut Pertanian Bogor, hingga berkembang luas ke universitas swasta dan berbagai akademi. Gerakan Islam kampus itu kemudian melahirkan Partai Keadilan (PK). PK kemudian berkembang jadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pendirian PKS pada Juli 1998 itu dibantu banyak tokoh IM dari Mesir dan Timur Tengah. Alhasil PKS jadi wujud penampilan IM cabang Indonesia, dengan tujuan utama menjadikan panggung politik sebagai mimbar dakwah.

“Tujuan utama bagi PKS secara internal ialah untuk mengubah panggung politik menjadi mimbar dakwah. Meskipun hal itu kesannya sangat utopis, karena gerakan Islamis mempersepsikan bahwa aspek politik merupakan aspek paling krusial, di mana politik merupakan wilayah yang sangat menentukan kebaikan dan keburukan masyarakat, kemajuan dan kemunduran bangsa, serta  kemakmuran dan kesengsaraan rakyat,” tulis Elia Tambunan dalam buku Islamisme: Satu Plot dari Mesir, Pakistan dan Indonesia (2019).

Lebih lanjut, mantan Presiden PKS Anis Matta mengakui inspirasi-inspirasi IM yang diserap partainya hadir dalam dua dimensi sekaligus. Pertama, inspirasi ideologis, yang salah satunya hadir dalam prinsip syumuliyat al-Islam (universalitas Islam).

Anis Matta (Sumber: Commons Wikimedia)

Hal itu tak hanya menjadi prinsip perjuangan Hasan Al-Banna saja, tapi juga pejuang-pejuang yang lain. Kedua, inspirasi historis, semacam mencari model dari sebentuk perjuangan Islam di era setelah keruntuhan Al-Khilafah Al-Islamiyah dan dominasi imperialisme Barat atas negeri-negeri Muslim.

“Tetapi yang mempertemukan dua inspirasi itu pada diri Hasan Al-Banna dan lkhwan Al-Muslimun, adalah pada aspek denyut pergerakannya. Sebab, pada saat tokoh-tokoh yang lain menjadi pembaharu dalam lingkup pemikiran."

"Hasaan Al-Banna berhasil mengubah pembaharuan itu dari wacana menjadi gerakan. Dan tidak berlebihan, bila inspirasi gerak itu juga yang secara terasa dapat diselami dalam denyut Partai Keadilan Sejahtera,” Anis Matta, dikutip Abd. Halim dalam buku Relasi Islam, politik & kekuasaan (2013).

*Baca Informasi lain soal POLITIK atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

MEMORI Lainnya