KPK Dapat Banyak Keluhan dari UMKM yang Tak Dapat Bansos Padahal Masuk Kriteria BPUM
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut pihaknya mendapat banyak laporan keluhan terhadap pemberian Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) untuk pelaku UMKM.

Kata Firli, banyak pelaku UMKM yang mengeluh tak mendapatkan bantuan sosial program BPUM. Padahal, mereka masuk dalam kriteria penerima bantuan.

Firli menuturkan, keluhan ini didapat dari kanal pengaduan JAGA.id yang dibuat KPK. Secara total, telah ada 763 laporan sejak tahun 2020 hingga Juli 2021.

"Mayoritas keluhan adalah tentang keluhan tidak tercantum dalam penerima BPUM meskipun berdasarkan kriteria memenuhi syarat," kata Firli dalam keterangannya, Sabtu, 24 Juli.

Selain itu, KPK juga menerima keluhan bahwa data penerima BPUM tidak akurat. Dalam artian, UMKM yang bersangkutan telah mendapat informasi bahwa akan menerima BPUM. Namun, rekening bank yang disalurkan berbeda dari yang dimiliki sehingga mereka tak menerima bantuan.

Lalu, Firli menganggap sosialisasi pemberian BPUM masih belum maksimal. "Informasi tentang BPUM secara umum, kriteria, tata cara, dan sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi mengenai program ini masih perlu diperbaiki," ujar dia.

Karenanya, Firli menyebut KPK memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah terkait penyaluran BPUM. Rekomendasinya adalah sebagai berikut:

1. Pemberian bantuan harus mempertimbangkan aspek pemerataaan. Artinya, bantuan diberikan bukan hanya ke daerah yang aktif dan mampu mengirimkan data calon penerima bantuan. Kementerian Koperasi dan UKM perlu secara aktif mendekati daerah-daerah yang terdampak berat dari pandemi ini, misalnya daerah yang tergolong miskin. Namun, Dinas Koperasi setempat tidak secara aktif memproses pendaftaran calon penerima. Sehingga, terkesan bahwa BPUM ini hanya untuk penerima di Pulau Jawa saja, meskipun data dari pemda mayoritas dari pemda di Jawa.

2. Data penerima bantuan saat ini harus disesuaikan dengan temuan lapangan BPKP dan BPK tentang ketidaklayakan penerima dan ketidaktepatan bantuan pada program sebelumnya.

3. Seluruh calon penerima harus menyertakan data nomor induk kependudukan (NIK) agar memudahkan pengujian kelayakan penerima dengan basis data lain. Misalnya, pengujian dengan data ASN yang ada di BKN yang sudah berbasis NIK. Demikian juga pengujian dengan data penerima bantuan program Prakerja dan program bantuan lainnya.