Bagikan:

JAKARTA - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyatakan, pemerintah mempertimbangkan pembukaan 9 sektor ekonomi di 102 kabupaten/kota berzona hijau. 

Sembilan sektor itu adalah pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan peternakan, perikanan, logistik dan transportasi barang.

"Sembilan sektor tersebut dinilai memiliki risiko ancaman COVID-19 yang rendah namun menciptakan lapangan kerja yang luas dan mempunyai dampak ekonomi yang siginifikan," kata Doni dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 5 Juni.

Pertimbangan pembukaan 9 sektor ekonomi itu, kata Doni, diambil dengan memperhatikan indikator kesehatan masyarakat berbasis data epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan.

Pembukaan sektor ekonomi ini akan diawali dengan edukasi, sosialisasi, dan simulasi secara bertahap. Doni menegaskan, kementerian terkait akan menerapkan protokol kesehatan yang ketat terhadap sektor ekonomi tersebut,

"Protokol pelaksanaan di masing-masing sektor dibuat oleh kementerian dan lembaga terkait," ungkap dia.

Sedangkan untuk monitoring dan evaluasi, Doni mengatakan, tak hanya dilakukan kementerian dan lembaga terkait, tapi juga dibantu Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, serta masyarakat.

Doni menegaskan, ketika dalam pelaksanaannya ditemukan kasus COVID-19 baru, maka Gugus Tugas bisa memberikan rekomendasi susulan untuk menutup aktivitas sektor ekonomi tersebut kepada kementerian terkait.

Sebagai langkah pencegahan, perusahaan maupun sektor ekonomi yang sudah dibuka, harus mengambil tindakan teags ketika terjadi potensi penularan virus ke masyarakat di daerah tersebut.

"Perusahaan dan manajemen kawasan sektor tersebut berkewajiban melakukan testing masif, tracing secara agresif, dan isolasi yang ketat dalam klaster penyebaran dari kawasan tersebut," ujarnya.

Khusus zona hijau

Pembukaan 9 sektor ekonomi ini hanya bisa dilakukan di kabupaten/kota di zona hijau. Sebab, Doni menilai, zona hijau sudah aman dari penyebaran COVID-19 karena tidak terdapat kasus positif. Dia mengatakan, kebijakan ini telah mendapat respons positif dari kepala daerah.

"Kebijakan tersebut telah direspons baik oleh pemimpin daerah di 102 kabupaten dan kota," ungkapnya sambil mengatakan pimpinan daerah sedang melakukan upaya persiapan dan membangun komunikasi dengan masyarakat di wilayah mereka.

Pembukaan 9 sektor ekonomi ini, kata Doni, dapat membuat masyarakat kembali produktif. Karenanya harus dilakukan secara terencana dengan menjalankan sejumlah tahapan. Termasuk, menentukan waktu yang tepat, sektor yang diprioritaskan, koordinasi yang ketat antara pusat dan daerah, serta monitoring dan evaluasi.

Zona hijau yang dipertanyakan

Ahli epidemiologi dari Universitas Griffith University Dicky Budiman menilai, penyebutan zona hijau kurang tepat. Sebab, penyebaran virus corona masih berlangsung.

"Menurut saya, ini tidak tepat dalam situasi sekarang, di mana gelombang satu saja kita belum pada puncak," kata Dicky kepada wartawan, Jumat, 5 Juni.

Dalam kondisi seperti ini, Dicky mengungkapkan, sulit rasanya menemukan wilayah yang bebas dari corona. Sebab, setiap wilayah punya potensi terpapar COVID-19 karena mobilitas manusia.

"Zonanya tetap bisa diberlakukan zona hijau. Zonasi itu tepat dari hijau sampai merah tua jika dalam situasi krisis," ungkapnya.

"Tapi kalau zona hijau kemudian dianggap area bebas itu kurang tepat. Terkendali lebih tepatnya," imbuhnya.

Dia juga menilai, penetapan satu daerah menjadi daerah bebas corona bukanlah perkara mudah. Sebab, harus ada upaya pengujian masif yang dilakukan. Hasil pengujian ini menjadi dasar suatu daerah bebas dari penyebaran virus ini. 

Kata dia, klaim bebas COVID-19 berbahaya bagi masyarakat. "Klaim bebas ini harusnya jadi satu hal yang dihindari karena berpotensi orang menjadi abai dengan pencegahan, orang merasa aman, padahal aman semu," tegas Dicky.

Mencontoh dari negara lain, hingga saat ini, tak ada negara yang mengklaim wilayah mereka sudah terbebas dari penyebaran COVID-19. Alih-alih mengatakan bebas, kebanyakan negara mengatakan kalau mereka telah mampu mengendalikan penyebaran virus tersebut.

"Jadi mengendalikan, terkendali, mengontrol itu kalimat yang lebih pas. Karena dalam kendali, dalam kontrol ada requirement di mana pemerintah dan masyarakat terus melakukan pola normal yang sifatnya mencegah dan mendukung strategi pencegahan," kata dia.

"Negara maju sekalipun tidak ada yang berani mengklaim, seperti Selandia Baru, dia mengatakan, 'Selandia Baru berhasil mengendalikan. We succses full control and contain the virus'," pungkasnya.