Bagikan:

JAKARTA - Setelah buron sejak bulan Februari, KPK akhirnya berhasil menangkap tersangka dugaan suap dan gratifikasi, eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono. Meski hal ini patut diapresiasi, namun masih ada tugas lain yang harus dilaksanakan KPK.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang kerap mengkritik kinerja KPK mengapresiasi kerja tim penyidik lembaga antirasuah ini. Namun, menurut dia, KPK perlu mengusut lebih jauh kasus ini dan melakukan pengembangan perkara ini ke arah dugaan pencucian uang.

"KPK harus mengembangkan dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh Nurhadi. Ini berkaitan dengan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi sebesar Rp46 miliar yang diterima oleh Nurhadi," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya yang dikutip VOI pada Selasa, 2 Juni.

Pengembangan kasus ke arah dugaan pencucian uang ini, kata Kurnia, dirasa penting mengingat Nurhadi dinilai memiliki kekayaan yang tidak wajar. Sehingga, sangat mungkin suap dan gratifikasi yang diterimanya telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi.

Selanjutnya, peneliti ini juga menilai KPK perlu menggunakan pasal obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi. Sebab, dalam pelariannya, Kurnia menilai eks Sekretaris MA dan menantunya tersebut bisa saja dibantu oleh pihak lain.

"Mustahil jika dikatakan pelarian ini tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Maka dari itu KPK harus menjerat pihak-pihak tersebut dengan Pasal 21," ungkapnya.

Dia juga menilai, penangkapan Nurhadi dan menantunya ini harus menjadi momentum bagi KPK untuk menggali potensi keterlibatan tersangka tersebut dalam kasus lain. Nurhadi, sambung Kurnia, sangat mungkin memiliki peran yang cukup penting dari kasus yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT). 

Diketahui, kasus dugaan suap dan gratifikasi ini berawal dari operasi senyap yang menjerat panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dan mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group, Eddy Sindoro. 

Keyakinan Kurnia ini muncul mengingat ada sejumlah temuan dalam kasus ini yang mengarah pada keterlibatan Nurhadi, seperti penemuan uang senilai Rp1,7 miliar di kediamannya pada tahun 2016 bersama beberapa dokumen perkara; keterangan dalam persidangan pada Januari 2019 lalu dari staf legal PT Artha Pratama Anugrah, Wresti Kristian yang mengatakan Eddy Sindoro pernah membuat memo yang ditujukan pada Nurhadi dan berisi tentang perkara hukum di sejumlah perusahaan yang terafiliasi milik Eddy; dan nama Nurhadi yang muncul dalam dakwaan Eddy Sandoro pada persidangan beberapa waktu lalu.

Terakhir, kata dia, KPK harus menelusuri keterlibatan pihak lain yang diduga terkait dengan Nurhadi. Mengingat, dalam kasus ini banyak pihak yang tak kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi.

Setidaknya ada tiga orang yang menurut Kurnia berpotensi mengetahui perbuatan Nurhadi. Mereka adalah Royani yang merupakan supir Nurhadi, ajudan Nurhadi yang berjumlah empat orang dan diduga mengetahui adanya transaksi yang berkaitan dengan PT Artha Pratama dengan Nurhadi, dan Rizqi Aulia yang merupakan anak Nurhadi.

Menurutnya, Rizqi dinilai tahu mengenai perkara yang menjerat Nurhadi dan suaminya, Riezky Herbiyono. Hanya saja, Rizqi selalu mangkir dari panggilan KPK.

"Untuk itu, Pimpinan KPK lebih baik tidak larut dalam euforia penangkapan Nurhadi," tegas Kurnia.

Apalagi, hingga saat ini masih ada buronan lain yang belum berhasil ditangkap oleh Firli Bahuri, cs. "Masih ada buronan yang tak kalah penting untuk segera dilakukan penangkapan seperti Harun Masiku, Samin Tan, Sjamjul Nursalim, Itjih Nursalim, Izil Azhar, dan Hiendra Soenjoto," ujarnya.

Dianggap sebagai pintu masuk mengusut mafia peradilan

Penangkapan Nurhadi dan menantunya ini juga mendapat apresiasi dari anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. Kata dia, penangkapan Nurhadi ini merupakan penangkapan high profile yang patut diacungi jempol. 

Apalagi, menurut dia, eks Sekretaris Mahkamah Agung ini dipresepsikan sebagai orang kuat mengingat KPK pernah kesulitan memeriksa ajudan Nurhadi yang berasal dari satuan Brimob Polri.

"Yang bersangkutan dipersepsikan sebagai 'orang kuat' yang sulit disentuh penegak hukum terutama sewaktu masih menjadi pejabat utama MA. Apalagi untuk memerika anggota Brimob yang menjadi pengawal di rumah Nurhadi saja KPK kesulitan," kata Arsul melalui keterangan tertulisnya.

Tapi, Wakil Ketua MPR RI ini berharap KPK tidak berhenti pada kasus yang menjerat Nurhadi dan menantunya saja. "Kasus yang saat ini disidik hendaknya menjadi pintu masuk untuk menyelidiki kasus suap di dunia peradilan atau mafia peradilan," tegasnya.

Sebab, jika KPK berhasil mengembangkan kasus ini, maka kepercayaan pada dunia peradilan akan meningkat nantinya baik dari masyarakat ataupun dari investor termasuk investor asing. 

Dia juga menilai, KPK harus mempertimbangkan keringanan hukum bagi Nurhadi ketika dia mau bekerja sama dan kooperatif dalam membongkar kasus mafia peradilan. 

KPK Jawab soal kemungkinan penggunaan pasal TPPU

Kemungkinan penggunaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi dan menantunya, disebut KPK sangat mungkin terbuka. Asalkan, Nurhadi dan menantunya mengalihkan uang hasil suap dan gratiffikasi itu ke dalam bentuk lain.

"Sangat terbuka untuk dikembangkan ke TPPU kalau ternyata dugaan hasil tindak pidana korupsinya kemudian dilakukan proses penyamaran, penyembunyian, atau apapun caranya untuk menyamarkan asal-usul hartanya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers penangkapan DPO Nurhadi dan menantunya yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Selasa, 2 Juni.

KPK menangkap Nurhadi dan Riezky di rumah persembunyiannya di Jalan Simprug Golf Nomor 1 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Penangkapan ini dilakukan setelah KPK mendapatkan informasi dari masyarakat yang mengetahui posisi keduanya. 

Penangkapan tersebut dilakukan pada pukul 21.30 pada Senin, 1 Juni. Usai ditangkap, Nurhadi dan Riezky kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa lebih lanjut. Selain menangkap keduanya, tim penyidik lembaga antirasuah ini juga membawa istri Nurhadi, Tin Zuraida.

Tin ikut diamankan oleh penyidik KPK karena tidak pernah hadir saat dirinya diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang menjerat suami dan menantunya. 

Usai menjalankan pemeriksaan, Nurhadi dan Riezky kemudian ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 2 Juni hingga 21 Juni mendatang di Rutan KPK Kavling C1.