JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, upaya penangkapan dua buronan dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono dibantu oleh pihak kepolisian.
Dirinya bahkan mengatakan, meski Nurhadi dan Riezky telah ditangkap namun kerjasama tersebut tak akan berhenti. Apalagi hingga saat ini masih ada seorang buronan yang belum ditangkap dalam kasus tersebut, yaitu Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
"Penangkapan dua orang DPO tersebut menegaskan bahwa koordinasi KPK bersama Polri untuk melakukan pencarian dan penangkapan para DPO akan terus dilakukan," kata Ghufron dalam konferensi pers usai penangkapan Nurhadi dan Riezky yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Selasa, 2 Juni.
"Termasuk terhadap DPO atas nama HS yang diduga sebagai pemberi suap dan atau gratifikasi dalam kasus ini," imbuhnya.
Deputi Penindakan KPK Karyoto juga menegaskan, KPK dan Polri bekerjasama dengan saling berkoordinasi untuk melakukan penangkapan. Kerjasama tersebut, kata dia, sekaligus membantah adanya isu jika Nurhadi selama ini dijaga ketat oleh aparat penegak hukum lain bahkan sampai mendapatkan kode keamanan premium.
BACA JUGA:
"Sampai tadi malam kami berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk kemudian sama-sama menangkap. Bahwa kami kemudian masuk juga tidak ada sedikit pun halangan," kata Karyoto dalam konferensi pers tersebut.
"Kalau kemudian ada yang menyatakan dikawal, dijaga, kami memasuki ruangan itu (tempat Nurhadi dan Riezky bersembunyi) tanpa haangan dari pihak manapun," ujarnya.
Adapun alasan KPK terpaksa membongkar kunci pagar dan pintu rumah persembunyian Nurhadi, kata dia, karena tersangka saat itu tidak kooperatif dan tak mau membuka pintu bagi tim penyidik yang mendatanginya.
"Yang bersangkutan tidak membuka pintu karena mungkin takut atau apapun sehingga kami membuka paksa. Tapi tidak ada halangan atau hambatan dari pihak manapun," tegas Karyoto.
Dalam kasus ini, KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Riezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
KPK menjadikan Nurhadi buron setelah tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan kasus ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019.
Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.
Atas perbuatannya tersebut, Nurhadi dan Riezky kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.