Meningkatnya Angka Aduan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Harus Jadi Peringatan untuk KPK
Gedung KPK (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 37 laporan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan insan komisi antirasuah hingga Juni ini. Angka tersebut bertambah signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya mencatatkan 30 laporan.

Melihat kondisi tersebut, anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho mengatakan peningkatan ini harusnya menjadi peringatan agar insan KPK berhati-hati dalam bertindak.

"Untuk tahun 2021 yang ini sebenarnya di luar dugaan kami juga, meningkat luar biasa untuk pengaduan etik. Pengaduan etik yang tadinya di tahun 2020 itu 30, untuk tahun 2021 sampai dengan bulan Juni ini sudah berjumlah 37," kata Albertina dalam konferensi pers yang digelar secara daring pada Kamis, 24 Juni.

"Ini juga mungkin ada warning juga untuk kita sesama insan komisi, kenapa ini jadi pengaduan etiknya sangat meningkat di tahun 2021," imbuhnya.

Dirinya mengaku heran dengan banyaknya pelaporan tersebut. Albertina bahkan menyebut, bisa saja ini terjadi karena pembinaan kode etik di internal KPK masih kurang masif dilaksanakan atau bisa aduan ini bisa meningkat karena masyarakat terus mengawasi lembaga tersebut.

"Apakah ini karena pembinaan atau internalisasi kode etik itu kurang atau bagaimana, kok, jadi peningkatan secara tajam atau bisa jadi juga masyarakat betul-betul sekarang menggunakan saluran-saluran yang disediakan oleh dewas," tegasnya.

Saat ini, Dewan Pengawas KPK memang memiliki tiga sarana bagi masyarakat yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran etik. Sarana tersebut mulai dari surat aduan secara fisik, pengaduan melalui email atau surat elektronik di [email protected], dan aplikasi OTENTIK.

Lalu apa saja pelanggaran kode etik yang telah diterima oleh Dewan Pengawas KPK saat ini?

Setidaknya, saat ini ada dua aduan dugaan pelanggaran etik yang sudah diadukan ke Tumpak Hatorangan Panggabean dkk.

Pertama adalah aduan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Laporan ini disampaikan tiga orang yaitu dua penyidik KPK Novel Baswedan dan Rizka Anungnata serta mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko.

Lili dilaporkan atas dua dugaan pelanggaran etik. Pertama, dia diduga menghubungi dan menginformasikan penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Di mana kasus ini diduga berkaitan dengan jual beli jabatan di Pemerintah Provinsi Tanjungbalai tengah diusut oleh komisi antirasuah. Atas tindakannya ini, Lili diduga melanggar prinsip integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Sedangkan dugaan kedua, Lili disebut menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK dengan tujuan menekan Walikota Tanjungbalai Syahrial. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan urusan kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai.

Atas dugaan ini, dia diduga melanggar prinsip integritas pada Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK

Dalam dugaan ini, Dewan Pengawas KPK tengah berupaya melakukan pengusutan dan sudah masuk ke tahap klarifikasi dengan memeriksa sejumlah saksi serta mengumpulkan barang bukti.

Sementara dugaan pelanggaran etik lain yang sedang diusut oleh Dewas KPK adalah terkait proses penanganan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 di wilayah Jabodetabek. Dalam dugaan ini, ada dua orang penyidik KPK yang dilaporkan oleh Agustri Yogasmara alias Yogas.

Nama Yogas sebenarnya sering disebut dalam kasus suap bansos sebagai operator dari salah satu anggota DPR RI yaitu Ihsan Yunus.

Adapun laporan ini dibuat karena dua penyidik dituduh melakukan perbuatan tidak menyenangkan dalam proses penggeledahan dan pemeriksaan saksi, yaitu Yogas sendiri.

"Dalam sidang ini, dua penyidik dituduh melakukan perbuatan tidak menyenangkan dalam proses penggeledahan dan pemeriksaan saksi atas nama Agustri Yogaswara. Sidang etik ini didasarkan laporan Agustri Yogaswara kepada Dewan Pengawas," ujar tim pendamping sidang etik, March Falentino beberapa waktu lalu.

Sidang dugaan pelanggaran etik terhadap kedua penyidik tersebut sudah berjalan. Namun hasilnya belum diumumkan oleh Dewan Pengawas KPK.

Selain itu, ada juga pelaporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terkait gratifikasi dalam penyewaan helikopter. Laporan ini disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan tindak lanjutnya belum disampaikan oleh Tumpak Hatorangan Panggabean dkk.