Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima aduan dugaan pelanggaraan kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri. Dugaan ini muncul setelah Firli melakukan ziarah kubur ke makam keluarganya dengan menggunakan helikopter milik perusahaan swasta.

Usai menerima aduan, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan memanggil Firli untuk melaksanakan proses klarifikasi terkait aduan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.

"Klarifikasi sudah mulai dilakukan hari ini karena yang diadukan adalah Ketua KPK, tentu, pihak yang diadukan juga akan diklarifikasi Dewas," kata Tumpak dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 Juni.

Selain itu, Dewan Pengawas KPK juga telah menugaskan tim untuk melakukan identifikasi fakta terkait dalam laporan terhadap Firli. 

Lebih lanjut, dia mengatakan, tugas pengawasan ini akan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh Dewas KPK. Tumpak mengucapkan rasa terima kasih atas perhatian masyarakat terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Diketahui, Boyamin Saiman melaporkan Firli Bahuri kepada Dewas KPK melalui surat elektronik. Pelaporan ini dilakukan karena menurut Boyamin, eks Deputi Penindakan itu melanggar kode etik KPK pada poin integritas Nomor 27 yang melarang menunjukkan gaya hidup hedonisme.

Terkait dugaan tersebut, peneiliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menduga Firli Bahuri telah menerima gratifikasi dari pihak tertentu. Apalagi, helikopter berkode PK-JTO ini merupakan milik perusahaan swasta.

"Jika helikopter ini merupakan fasilitas dari pihak tertentu maka kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada VOI, Rabu, 24 Juni.

Atas dugaan tersebut, ICW mendesak KPK melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sehingga, dapat diketahui siapa yang memberikan fasilitas helikopter itu, apa motifnya, dan apakah pihak yang memberikan fasilitas tersebut tengah tersangkut kasus yang ditangani oleh lembaga antirasuah itu.

"Jika penyelidikan KPK itu membuahkan hasil, maka Komjen Firli Bahuri dapat dikenakan Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman maksimal pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara," ungkap pegiat antikorupsi ini.

Kurnia juga meminta agar Dewan Pengawas KPK tak ragu untuk memanggil Firli. Apalagi, penggunaan helikopter tersebut diduga melanggar Kode Etik KPK pada bagian Integritas. 

Poin kode etik yang dimaksud Kurnia, tertulis dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi pada poin 27. 

Poin yang mengatur soal integritas itu, menyebut tiap pegawai KPK dilarang menunjukkan gaya hidup hedonisme. "Tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi," bunyi aturan tersebut.

"Sehingga, Dewan Pengawas harusnya tidak lagi ragu untuk dapat memanggil yang bersangkutan kemudian mendalami terkait dengan dugaan pelanggaran ini," pungkasnya.