Dewas KPK Tak Proses Laporan ICW Soal Dugaan Gratifikasi Helikopter Firli, Ini Alasannya
Helikopter yang dinaiki Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Dokumentasi MAKI)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan memproses laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Dia dilaporkan karena diduga menerima gratifikasi berupa penyewaan helikopter.

"Kasus helikopter Pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," kata anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris kepada wartawan, Rabu, 30 Juni.

Dia lantas menyarankan ICW untuk melaporkan Firli melalui Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Sebab, dewan pengawas tak punya wewenang menangani perkara pidana seperti gratifikasi.

"Dugaan gratifikasi bisa diadukan ke direktorat pengaduan masyarakat KPK. Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri dilaporkan oleh ICW ke Dewan Pengawas KPK terkait penggunaan helikopter saat dirinya melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja.

Ini merupakan laporan kedua kalinya yang dilakukan ICW terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli. Pada 2020, organisasi antikorupsi ini pernah melaporkan Firli ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik saat operasi tangkap tangan (OTT) Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Saat itu, peneliti ICW Kurnia Ramadhana memastikan pelaporan yang dilayangkan kali ini berbeda dengan putusan etik yang sudah pernah dijatuhkan kepada Firli terkait penyewaan helikopter ini. Diketahui, beberapa waktu lalu, Firli memang sudah dijatuhi sanksi etik ringan oleh Tumpak Hatorangan Panggabean dkk dalam penyewaan helikopter.

Penyebabnya, ICW melaporkan ketidakjujuran Firli soal nilai penyewaan helikopter tersebut. Berdasarkan informasi yang mereka dapatkan, harga penyewaan helikopter jenis Eurocopter (EC) kode PK-JTO yang ditumpangi Firli itu sekitar Rp 39 juta perjam. Sementara Firli menyebut menyewa helikopter tersebut Rp 7 juta perjam.

Sehingga, Dewan Pengawas KPK harusnya bisa menelusuri lebih dalam kwitansi penyewaan helikopter yang diberikan Ketua KPK tersebut. Apalagi, ICW juga telah melampirkan temuannya.