Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendapat sorotan. Mereka kini dianggap telah bertransformasi menjadi kuasa hukum Ketua KPK Firli Bahuri.

Anggapan ini disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) setelah Tumpak Hatorangan Panggabean Cs menyebut tak akan memproses laporan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli.

Adapun pelaporan ini dibuat karena eks Deputi Penindakan KPK itu diduga melanggar etik dengan menerima gratifikasi berupa penyewaan helikopter ke Baturaja, Sumatera Selatan.

Berdasar informasi yang didapat ICW harga sewa helikopter jenis Eurocopter (EC) kode PK-JTO yang ditumpangi Firli mencapai sekitar Rp39 juta per jam. Ada indikasi Firli berbohong karena menyebut harga Rp7 juta per jam.

"ICW beranggapan Dewan Pengawas KPK saat ini tidak lagi bertindak sebagai lembaga pengawas melainkan sudah bertransformasi menjadi kuasa hukum Firli Bahuri," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat, 2 Juli.

Kurnia mengatakan sejak awal laporan yang disampaikan oleh ICW berbeda dengan putusan yang sebelumnya telah dibacakan. Di mana saat itu Firli sudah dinyatakan melanggar kode etik saat menggunakan helikopter ke Baturaja, Sumatera Selatan.

"Laporan kami menyasar pada kwitansi pembayaran penyewaan helikopter yang diduga palsu. Sedangkan putusan sebelumnya terkait gaya hidup mewah Firli. Jadi jelas itu dua hal yang berbeda," tegasnya.

Kurnia juga menilai dewan pengawas harusnya tak menolak laporan yang disampaikan ICW. Apalagi, disebutkan perilaku jujur insan KPK menjadi satu hal yang bisa dilaporkan ke dewan pengawas sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020.

"Maka dari itu, dalam laporan tersebut, kami menjelaskan duduk persoalan, terutama perihal dugaan diskon yang diperoleh Firli saat menyewa helikopter dan tidak dilaporkan ke bagian gratifikasi dalam kurun waktu 30 hari," ungkapnya.

"Maka dari itu, dalam laporan tersebut, kami menjelaskan duduk persoalan, terutama perihal dugaan diskon yang diperoleh Firli saat menyewa helikopter dan tidak dilaporkan ke bagian gratifikasi dalam kurun waktu 30 hari," imbuhnya.

Apa alasan Dewas KPK menolak laporan ICW?

Ketua KPK Firli Bahuri (Sumber: Commons Wikimedia)

Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengatakan pihaknya tak akan memproses laporan ICW karena putusan terkait pelanggaran etik yang dilakukan Firli saat menaiki helikopter telah diketuk pada 2020 lalu.

Saat itu, Tumpak Hatorangan Panggabean dkk memberikan sanksi ringan kepada Firli. Sehingga, sudah tak ada alasan lagi bagi Dewan Pengawas KPK untuk mengusut dugaan pelanggaran etik tersebut.

"Kasus helikopter Pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," kata Haris kepada wartawan, Rabu, 30 Juni.

Selain itu, dia juga menyarankan ICW untuk melaporkan Firli melalui Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Alasannya, Dewan Pengawas KPK tak punya  wewenang menangani perkara pidana seperti gratifikasi.

"Dugaan gratifikasi bisa diadukan ke direktorat pengaduan masyarakat KPK. Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," pungkasnya.

*Baca Informasi lain soal KPK atau baca tulisan menarik lain dari Wardhany Tsa Tsia.

BERNAS Lainnya