Bagikan:

JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin merespons polemik kritik mahasiswa yang tergabung dalam BEM UI terkait meme bergambar Jokowi 'The King of Lip Service’.

Menurutnya,  mahasiswa memiliki dua ciri yang sangat mendasar. Pertama, kemampuan intelektual yang tidak tertandingi. 

"Dia punya wawasan, ilmu pengetahuan yang luas karena membaca mendengar banyak dan sering berdiskusi, seminar di mana-mana dan mahasiswa salah satu cirinya yang paling mendasar itu adalah sebagai seorang organisatoris," ujar Ngabalin dalam keterangannya dalam akun YouTube @Serbet Ngabalin, yang dikutip pada Selasa, 29 Juni.

Kedua, lanjutnya, mahasiswa memiliki daya kritis yang tinggi. "Bukan mahasiswa kalau dia tidak kritis, kan itu pernah kita alami waktu kuliah dan sekolah baik di Salemba maupun di Depok," ungkap alumni UI itu.

"Sehingga saat BEM UI memberikan penilaian khusus kepada kepala negara, hal yang penting untuk harus saya sampaikan sebagai abang, senior, kakak, ILUNI, tentu saya mesti kasih tau bahwa ciri kita dari UI adalah memiliki pengetahuan dan kemampuan intelektual yang dimana-mana tempat, kita bisa bersaing di mana saja. Karena memiliki kemampuan bahasa yang tinggi," lanjutnya. 

Ngabalin memahami, mahasiswa khususnya UI perlu bersikap kritis, tetapi di era demokrasi yang terbuka ini harus dibekali dengan kemampuan analisa-analisa yang tajam berdasarkan berbagai argumentasi yang kuat. 

"Maka itu kalau adinda bicara tentang masalah KPK sudah selesai KPK, kita bahas tentang masalah pengalihan pegawai KPK ke ASN kemarin PP nomor 41 tahun 2020. Juga kita bahas tentang peraturan internal KPK Nomor 1 Tahun 2021 dan seterusnya. Kalau kita menyoroti masalah undang-undang ITE sekarang kan terus bahwa presiden sendiri meminta supaya harus dibicarakan kembali agar pasal-pasal dan ayat-ayat yang multitafsir itu jangan sampai menciderai orang," jelasnya.

Hingga sekarang, klaim Ngabalin, Presiden Jokowi sangat menghormati berbagai proses demokrasi yang terjadi hari ini. Tetapi akan lebih bijak para mahasiswa juga memberikan pernyataan yang mengedukasi dan mencerahkan, bukan sebaliknya.

"Kritik boleh, iya itu sangat penting untuk bisa memotivasi sekaligus mengevaluasi apa yang dikejar dan dilakukan oleh bapak Presiden. Tapi bagi ciri mahasiswa kita tidak boleh menggunakan data-data atau fakta-fakta yang tidak memberikan satu pencerahan kepada masyarakat. Apalagi menggunakan frase, diksi dan penilaian yang sungguh tidak bagus dalam kapasitas kita sebagai mahasiswa," tegas Ngabalin.

Sebab, sambungnya, mahasiswa adalah representasi dari masyarakat intelektual yang cepat ataupun lambat dalam masa yang akan datang menjadi pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa dan negara. Itulah yang disebut dengan proses regenarasi. 

"Saya tetap memberikan apresiasi kepada BEM UI, kalian terlanjur memberikan penilaian itu terhadap presiden sebagai sosok lip service. Nanti masyarakat yang akan memberikan penilaian kepada mahasiswa," katanya.

Sebagai alumni UI, Ngabalin mengaku harus menghadapi situasi tersebut karena sehari-harinya membantu Presiden Jokowi di kantor Staf Presiden sebagai delivery unit. 

"Tapi bahwa masyarakat akan memberikan penilaian kepada mahasiswa bahwa atas diksi, narasi yang dipakai dalam memberikan penilaian kepada Presiden Jokowi, saya kira itu sudah ada di ruang publik. Tinggal dua hal kalau teman-teman bisa melakukan evaluasi untuk masa-masa yang akan datang lebih baik," ucapnya.

Ngabalin berharap, harapan orang tua dan mahasiswa UI bisa sekolah dan tamat dengan baik. Serta, suatu saat bisa memberi kontribusi yang baik bagi kepentingan bangsa dan negara. 

"Dari setiap periode kepemimpinan presiden di republik ini selalu kader-kader dan orang-orang terbaik, ILUNI terbaik, alumni-alumni terbaik Indonesia selalu dipakai demi kepentingan bangsa dan negara. Selalu menjadi mahasiswa yang tamat dengan punya prestasi yang terbaik," harapnya.