Bagikan:

JAKARTA – Penonaktifan Melki Sedek Huang sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menimbulkan tanda tanya.

Melki mengaku menerima surat pemberhentian sementara pada Senin (18/12/2023) yang ditandatangani oleh Wakil Ketua BEM UI, Shifa Anindya Hartono. Meski demikian, Melki menjelaskan penonaktifan tersebut sesuai dengan aturan BEM UI yang berlaku.

Penonaktifan Melki sesuai dengan Peraturan BEM UI Nomor 1 Tahun 2023. Namun, dalam peraturan tersebut tidak tercantum keterangan berapa lama penonaktifan tersebut.

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Johanes Joko menerima 13 tuntutan tertulis dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di kawasan Patung Kuda atau Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2023). (Antara/Erlangga Bregas Prakoso)

Kasus pencopotan Melki Sedek Huang ramai diperbincangkan di media sosial. Pria kelahiran 2000 tersebut dituding melakukan kekerasan seksual, sehingga penonaktifan sementara perlu dilakukan guna dilakukan penyelidikan.

Namun, Melki mengaku hingga saat ini belum tahu pelanggaran yang ia lakukan hingga akhirnya dicopot sementara. Ia juga membantah telah melakukan kekerasan seksual.

“Sampai hari ini saya memang belum tahu melanggar aturan apa. Saya juga merasa tidak pernah melanggar aturan apa pun, apalagi terkait kekerasan seksual,” kata Melki.

Kritis Terhadap Pemerintah

Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia (UI), Badrul Munir mengonfirmasi adanya pelaporan kasus kekerasan seksual atas nama Melki kepada BEM dan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UI. Lebih lanjut Badrul mengatakan, BEM UI memiliki aturan internal yang mengatakan bahwa pengurus yang dilaporkan atau terlibat kasus kekerasan seksual mesti nonaktif.

“Setiap kasus KS (kekerasan seksual) di UI ditangani oleh Satgas PPKS yang dibentuk dan bertugas secara independen, sesuai Pemendikbud dan Peraturan Rektor,” jelas Badrul.

Terlepas dari kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Melki, mahasiswa Fakultas Hukum UI ini termasuk salah satu yang kritis terhadap pemerintah dan kondisi sosial.

Sejak menjabat sebagai Ketua BEM UI per Januari 2023, Melki berulang kali melontarkan kritik terhadap pemerintah dan cabang kekuasaan formal lain. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal batas usia Capres-Cawapres juga tak lepas dari kritik Melki dan mahasiswa lainnya.

Melki juga sempat mengaku mendapat intimidasi oleh aparat kepolisian, bahkan hingga keluarganya di Kalimantan Barat dan gurunya di SMAN 1 Pontianak. Menurut dugaannya, upaya intimidasi tersebut berkaitan dengan gerakan mahasiswa soal putusan MK.

Melki Sedek Huang mengikuti “aksi jagung” di depan Balai Kota Surakarta, Senin (18/12/2023), di hari yang sama ia menerima surat pencopotan sementara sebagai Ketua BEM UI. (X/@melkisedekhuang)

Terkini, pada hari yang sama keluarnya surat penonaktifan Melki sebagai Ketua BEM UI, ia turut hadir dalam “aksi jagung” di depan Kantor Wali Kota Surakarta. Dalam aksi tersebut, Melki bersama mahasiswa lainnya menggenggam jagung sebagai simbol demokrasi yang masih seumur jagung.

Karena pengakuan intimidasi inilah, sebagian masyarakat menilai pencopotan sementara Melki sebagai upaya membungkam mereka yang vokal mengkritik pemerintah.

Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, perlu memperhatikan alasan pencopotan sementara Melki sebagai Ketua BEM UI. Menurut Dedi, jika memang ada alasan kuat terkait pemberhentian Melki, misalnya pelanggaran terhadap regulasi UI, maka artinya itu pemberhentian umum dan tidak terkait kekuasaan.

Tetapi, jika pelanggaran yang dituduhkan kepada Melki tidak terbukti, maka pencopotannya patur dicurigai.

“Jika Melki tidak terbukti lakukan pelanggaran maka patut diduga ada kaitan dengan upaya pembungkaman, terlebih Melki Sedek termasuk produktif dalam hal protes pada kekuasaan,” kata Dedi kepada VOI.

Peringatan untuk BEM UGM

Jika benar apa yang dilakukan terhadap Melki adalah upaya pembungkaman, maka Dedi juga mewanti-wanti BEM UGM untuk waspada agar tidak bernasib sama seperti Ketua BEM UI.

“Perlu dicatat, BEM UGM pun harus lebih hati-hati dan waspada, karena sedang dalam momentum lakukan protes yang tidak kalah keras terhadap rezim. Jangan sampai, BEM UGM menyusul nasib BEM UI,” tegas Dedi.

Seperti diketahui, belum lama ini BEM UGM memasang baliho berisi kritik kepada Presiden Joko Widodo. Dalam baliho tersebut, wajah Jokowi terbelah dua. Di sisi kiri tampak Jokowi memakai jas dan mahkota, sementara di sisi kanan Jokowi memakai jas almamater UGM dan topi caping.

Baliho tersebut juga bertuliskan “BEM KM UGM Presents: Alumnus UGM Paling Memalukan. Mr. Joko Widodo”.

Ketua BEM KM UGM Gielbran M Noor mengatakan, baliho tersebut adalah bentuk kekecewaan terhadap kriminalisasi aktivis dan pemberantasan korupsi di era Jokowi.

"Ini wujud kekecewaan kita sebagai mahasiswa UGM juga, bahwa sudah hampir dua periode Pak Jokowi memimpin, tetapi pada kenyataannya masih banyak sekali permasalahan fundamental yang belum terselesaikan. Padahal, beliau punya cukup banyak waktu menyelesaikan masalah-masalah itu," ucap Gielbran di seputaran Bundaran UGM, Yogyakarta, Jumat (8/12).