Polemik Kritik BEM UI Sebut Jokowi '<i>The King of Lip Service</i>'
Presiden Joko Widodo (Foto: Twitter @jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia ( BEM UI ) trending topic di Twitter setelah memosting meme Presiden Jokowi yang bernada satire. Pada meme yang diunggah akun resminya @BEMUI_Official, BEM UI menjuluki Presiden Jokowi sebagai The King of Lip Service.

Meme tersebut menyoroti paradoks pernyataan dan sikap Jokowi selama masa kepemimpinannya sejauh ini. Presiden ke-7 RI tersebut dinilai kerap mengobral janji manis, tapi tak selaras dengan realita. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya.

Alih-alih mendapat dukungan, BEM UI malah dipanggil pihak rektorat. Para pengurus dimintai keterangan dan penjelasan mengenai meme yang diunggah di media sosial.

Pihak Rektorat UI lantas memanggil sejumlah pengurus BEM UI lewat surat nomor: 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021 yang ditandatangani oleh Direktur Kemahasiswaan UI, Tito Latif Indra.

 

Sementara itu, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra menyebutkan bahwa unggahan tersebut sebagai kritik kepada Presiden Joko Widodo. 

 

Mereka menilai Presiden sering mengeluarkan pernyataan namun bertolakbelakang dengan realita di lapangan.

 

Meski dipanggil rektorat, BEM UI masih memiliki segudang dukungan.

 

BEM Malang Raya Bela BEM UI

 

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya mendukung BEM Universitas Indonesia (UI) yang memberikan julukan kepada Presiden Joko Widodo sebagai 'King of Lips Service'.

 

BEM Malang Raya sendiri merupakan sebuah wadah berkumpul bagi seluruh BEM Universitas yang ada di Malang, Jawa Timur dan sekitarnya.

 

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Malang Raya Zulfikri Nurfadhilla menilai semua ucapan yang keluar dari Istana Negara saat ini hanya berujung pada omong kosong semata dan menjadi alat pukul bagi yang melawan kekuasaan.

"Di saat yang sama, segala bunyi yang terdengar dari Istana hanya berujung pada bualan semata yang pada akhirnya menjadi alat pukul bagi siapapun yang melawan dengan relasi kuasa," kata Zulfikri dalam keterangan resminya yang dikutip, Selasa, 29 Juni.

Zulfikri menilai konten yang dibuat BEM UI telah menyajikan fakta dan realitas yang sejalan dengan permasalahan di Masyarakat.

Ia menyoroti, selama ini kebebasan sipil banyak yang diberangus oleh represifitas aparat hingga pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat.

"Melalui pasal karet UU ITE, pelemahan KPK yang dilakukan secara masif dan sistematis, dan adanya intervensi Presiden dalam supremasi hukum," katanya.

Melihat persoalan tersebut, Zulfikri mengecam pelbagai tindakan represif yang dilakukan aparat terhadap warga sipil.

Ia juga mendesak pemerintah untuk bisa menjamin kebebasan ekspresi dan berpendapat yang dilakukan oleh warga negara seperti yang sudah diatur dalam peraturan yang berlaku.

"Menuntut pemerintah kembali hadir dalam menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat yang tertulis dalam UUD 1945 Pasal 28 & UU No. 9 tahun 1988," kata dia.

Selain itu, Zulfikri mendesak para birokrat Universitas Indonesia untuk bisa menjamin kebebasan berpendapat mahasiswa yang telah dijamin konstitusi.

"Menuntut birokrat Universitas Indonesia untuk dapat meluruskan nalar akademiknya bahwa kebebasan berpendapat yang substantif serta korektif terhadap negara," kata Zulfikri.

 

Pandangan Politikus

Partai Amanat Nasional (PAN) membela aksi mahasiswa yang tergabung di Badan Eksekutf Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). Setelah mereka dipanggil pihak rektorat lantaran memposting meme bertuliskan Presiden Jokowi sebagai The King of Lip Service alias Raja Membual di media sosial.

Menurut Wasekjen DPP PAN Farazandi Fidinansyah, apa yang dilakukan BEM UI seharusnya dimaknai sebagai kritik dan masukan untuk perbaikan. Bukan justru dijatuhi hukuman.

“PAN membela hak kebebasan berpendapat sebagai esensi demokrasi dan amanat reformasi. Kampus harus jadi ruang adu gagasan, bukan setiap kritik malah dibungkam dengan hukuman,” kata Farazandi di Jakarta, Senin, 28 Juni.

Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta itu menjelaskan, jika ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan cara atau isi dari pernyataan BEM UI, maka sebaiknya disampaikan dalam ruang adu ide dan gagasan.

“Berlebihan menurut saya jika mahasiswa harus dipanggil pihak kampus dan katanya diberikan pembinaan. Padahal seharusnya dibuka ruang dialog dan mereka yang tidak setuju bisa sampaikan argumentasinya. Inilah esensi demokrasi dan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab,” ungkapnya.

Farazandi yang pernah menjadi pengajar di Universitas Prasetiya Mulya ini berharap mahasiswa terus menyampaikan pendapatnya dan sarannya untuk perbaikan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Berbeda dengan PAN, Partai Gerindra justru tak sepakat dengan sebutan tersebut.

"Saya tidak sepakat dengan pernyataan mereka. Pak Jokowi berkerja keras menjalankan tugas pokok dan fungsinya," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman, Senin, 28 Juni.

Meski hasil kinerja belum maksimal, anggota Komisi III DPR itu menilai lantaran banyak dipengaruhi faktor eksternal. Misalnya, soal pencapaian ekonomi yang belum baik karena ada pandemi COVID-19.

"Soal ekonomi misalnya, kita tahu kita di tengah situasi pandemi COVID-19 tentu banyak target yang meleset," katanya.

 

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai wajar kritik BEM UI dalam bentuk meme kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang viral di media sosial. BEM kampus beralmamater kuning itu sebelumnya mengunggah foto Jokowi 'The King of Lip Service' di Twitter pada Sabtu, 26 Juni.
 

Menurut wakil ketua MPR itu, unggahan tersebut bukan bentuk penyerangan martabat kepala negara. Sehingga tidak perlu dibesar-besarkan.

"Itu bukan merupakan bentuk penyerangan martabat dan kehormatan atau pun penghinaan dan penistaan terhadap Presiden Jokowi," ujar Arsul, Senin, 28 Juni.

Diketahui, pengurus BEM UI Dipanggil Rektorat atas insiden tersebut. Ketua Fraksi PPP DPR itu menilai pemanggilan itu tidak perlu jika tidak ada ancaman terhadap para mahasiswa itu.

"Sepanjang tidak disertai dengan ancaman sanksi terkait status akademik, seyogyanya juga tidak usah dikembangkan narasi bahwa UI membatasi atau mengekang kebebasan berekspresi," jelas Arsul.

 

BEM UI Dibina

 

Kritik itu berujung di Rektorat Universitas Indonesia (UI) yang memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM UI karena mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan poster 'Jokowi The King of Lip Service'. 
 

UI menyatakan pemanggilan itu merupakan bentuk pembinaan.

"Atas pemuatan meme tersebut di media sosial, Universitas Indonesia mengambil sikap tegas dengan segera melakukan pemanggilan terhadap BEM UI pada sore hari Minggu, 27 Juni 2021. Pemanggilan terhadap BEM UI ini karena menilai urgensi dari masalah yang sudah ramai sejak postingan yang mereka buat di akun sosial media BEM UI. Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI," kata Kepala Humas dan KIP UI, Amelita Lusia dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu, 27 Juni.

Sementara itu Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra menjelaskan isi pertemuan itu. Dikatakannya, pertemuan itu membicarakan pernyataan dari Juru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman. Selain itu BEM UI juga memberikan klarifikasi mengenai poster itu.

"Iya betul (membicarakan soal pernyataan Fadjroel, red). Sama minta klarifikasi. Keterangan dari kita," kata Leon Alvinda Putra kepada wartawan, Minggu, 27 Juni.

 

Respons Pemerintah

Kantor Staf Presiden menanggapi unggahan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang menyebut Presiden Joko Widodo sebagai The King of Lip Service.

Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral mengatakan pemerintah tidak anti dengan kritik yang disampaikan oleh masyarakat, terutama mahasiswa. Tapi, kritik yang disampaikan harus berdasarkan data dan fakta sehingga bisa dipertanggungjawabkan nantinya.

"Saya harus tegaskan pemerintah tidak anti kritik. Asal kritik bisa dipertanggungjawabkan pasti akan direspons," kata Donny kepada wartawan yang dikutip Senin, 28 Juni.

Donny mengatakan pemerintah terbuka untuk berdiskusi menjawab kritikan yang ada. Termasuk kritik perihal polemik yang terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Presiden kan sudah berpendapat dan beropini yang tentu saja KPK ini kan independen sehingga semua ini berpulang pada keputusan kolektif. Tapi, presiden sudah berpendapat," tegas Donny.

Sementara soal kritikan lain di mana Jokowi mengaku kangen didemo tapi malah terjadi kekerasan saat mahasiswa turun ke jalan, Donny mengatakan hal ini tak bisa digeneralisir. "Harus dilihat satu per satu, case per case, apakah demonya mengandung unsur pidana sehingga ditangkap," ungkapnya.

"Pada intinya pemerintah tidak anti kritik, asal kritik tersebut sesuai dengan data dan fakta dan kita meresponsnya dengan data dan fakta juga," imbuh Donny.