JAKARTA – Satu ucapan tidak bisa menjadi tolok ukur apakah dia seorang pemarah atau tidak. Tapi, menurut psikolog klinis Dya Adis Putri Rahmadanti, dapat disimpulkan bahwa apa yang dikatakan Prabowo Subianto dalam pidatonya di Rakornas Partai Gerindra tidak etis.
Calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto kembali membuat heboh. Setelah viral dengan gimik gemoy-nya, kali ini Prabowo menyita perhatian dengan ucapan yang ia lontarkan dalam Rakornas Partai Gerindra di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat 15 Desember 2023.
“Bagaimana perasaan Mas Prabowo soal etik? Etik, etik, etik. Ndasmu etik,” kata Prabowo yang disambut tepuk tangan dan tawa peserta rapat.
Video saat Prabowo melontarkan ucapan tersebut viral di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Mencuat anggapan bahwa dalam video tersebut Prabowo sedang menyinggung isi debat pertama calon presiden Pemilu 2024 pada 12 Desember 2023.
Potongan video tersebut menurut Wakil Komandan Golf tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Lisman Hasibuan, hanya candaan internal, namun menimbulkan polemik bagi banyak orang.
Pemimpin Harus Menjaga Lisan
Menurut psikolog klinis Dya Adis Putri Rahmadanti, apa yang diucapkan Prabowo Subianto saat itu tidak bisa dijadikan bahan rujukan untuk menyimpulkan sifat seseorang.
“Secara psikologi, kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari sekali dia bicara,” kata Dya Adis kepada VOI.
“Jadi, memang tidak bisa disimpulkan apakah dia seorang yang pemarah atau emosinya meledak-ledak,” imbuhnya.
Kendati demikian, Dya Adis sepakat apa yang dikatakan Prabowo Subianto tidak tepat secara etika, mengingat apa yang diucapkannya merupakan bahasa Jawa yang memiliki makna kasar dan tidak sopan.
“Tapi secara tata krama, memang itu seharusnya tidak boleh diucapkan. Dia sedang ada di sebuah acara, jadi sebaiknya memang harus menjaga lisannya,” tutur Dya.
Sebagai seorang figur publik, Dya Adis mengatakan penting bagi seorang pemimpin untuk menjaga etika dan tata krama di hadapan banyak orang. Apalagi, sosok sekelas Prabowo yang sudah pasti selalu menarik atensi masyarakat dan bisa memengaruhi orang lain.
“Apakah ini pantas diucapkan seorang pemimpin? Secara tata krama tentu saja tidak pantas, karena seharusnya dia bisa mengendalikan lisannya,” Dya menjelaskan.
"Dan pemimpin yang baik untuk masyarakat, dia seharusnya paham akan diri sendiri sehingga ketika seorang pemimpin ingin mempengaruhi orang lain dia bisa memberikan contoh yang baik kepada timnya, kepada orang lain juga. Dia bisa mengolah emosi dengan baik, secara etika dan tata krama untuk melakukannya dengan baik," tambahnya.
Kecemasan Prabowo Saat Debat
Nama Prabowo Subianto memang sudah menjadi perbincangan sejak debat perdana Capres pekan lalu. Dalam kesempatan tersebut, sang Menteri Pertahanan RI itu beberapa kali terlihat mengeluarkan jurus joget gemoy yang menjadi ciri khas-nya akhir-akhir ini.
Menurut banyak orang, Prabowo terlihat spontan dan tanpa beban pada debat perdana Capres, namun pakar Gestur dan Mikroekspresi lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Monica Kumalasari mengatakan sebaliknya.
Ada dua unsur yang menjadi pengamatan Monica, yaitu feeling (rasa, persepsi) dan thinking (gagasan), serta bagaimana korelasi antara pernyataan verbal dan non verbalnya. Yang termasuk dalam pernyataan nonverbal adalah yang terlihat dalam mimik wajah, bahasa tubuh, dan suara.
Monica menganalisis kondisi emosional Prabowo melalui suara dan gaya verbal yang digunakan. Menurut dia, intonasi dan nada bicara sangat menggambarkan kondisi emosional Prabowo dalam debat tersebut.
Salah satunya ketika dia merespons pertanyaan Capres nomor urut satu Anies Baswedan mengenai perasaannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Menurut Anies, putusan MK yang memuluskan jalan Gibran sebagai Cawapres cacat hukum karena Anwar Usman dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada 7 November lalu.
BACA JUGA:
“Prabowo menggunakan suara bawah untuk merespons ketika Anies menanyakan perihal perasaannya terhadap putusan MK. Beliau mengatakan ‘Mas Anies, Mas Anies’ lalu respons suara ke Ganjar ‘come on Mas Ganjar’ kemudian ‘sorry ye, sorry ye’, hal ini mengindikasikan keterlibatan emosi kemarahan yang dalam,” jelas Monica, dikutip Antara.
Kecemasan juga terlihat di raut Prabowo Subianto saat Ganjar Pranowo menanyakan soal kasus pelanggaran HAM berat seperti peristiwa 1965, penembakan misterius, peristiwa Talangsari Lampung 1989, penghilangan paksa, sampai peristiwa Wamena kepada Prabowo.
“Dalam konteks pertanyaan yang disampaikan Ganjar Pranowo mengenai pelanggaran HAM, walaupun secara verbal ditanggapi Prabowo dengan santai dan taktis, namun bahasa nonverbalnya mengungkapkan kecemasan, terlihat ia mengusap wajah dengan tisu,” tutur Monica.