Bagikan:

JAKARTA – Calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto kembali jadi bahan pembicaraan publik, gara-gara dia berujar “ndasmu etik” di sebuah rapat tertutup.

Sebuah video beredar di media sosial yang menampilkan Prabowo menyinggung soal isi debat pertama calon presiden Pemilu 2024 pada 12 Desember 2023.

Dalam video tersebut, Prabowo berkelakar soal pertanyaan dari Capres lain yang ditujukan kepadanya menyangkut masalah etika.

“Bagaimana perasaan Mas Prabowo soal etik? Etik, etik, etik. Ndasmu etik,” kata Prabowo yang disambut tepuk tangan dan tawa peserta rapat.

Wakil Komandan Golf Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Lisman Hasibuan, membenarkan kalimat itu diucapkan Capres nomor urut dua tersebut dalam Rakornas Partai Gerindra di JIExpo Kemayoran, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Namun, Lisman menegaskan ucapan Prabowo hanya gurauan di kalangan kader-kader partai.

Etika Sama dengan Hukum 

Sesaat setelah beredarnya video tersebut, publik langsung sepakat bahwa itu ditujukan untuk menyindir Anies Baswedan, pesaing Prabowo Subianto di kancah Pilpres 2024.

Karena sebelumnya, saat debat pertama Capres nomor urut satu itu bertanya langsung kepada Prabowo soal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). MKMK menetapkan beberapa hakim konstitusi melanggar aturan etik saat memutus permohonan uji materi terkait usia Capres-Cawapres. Uji materi itu yang menjadi pemulus Gibran maju sebagai Cawapres.

Ucapan “ndasmu etik” yang dilontarkan Prabowo menimbulkan polemik. Pendamping Anies di Pilpres 2024, Muhaimin Iskandar, memberikan respons dengan mengatakan posisi etika sama dengan hukum. Menurut pria yang akrab disapa Cak Imin, keberhasilan dalam ketatanegaraan karena etik.

Calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto menyalami warga saat kampanye di kawasan Masjid Agung Banten, Kota Serang, Banten, Minggu (3/12/2023). (Antara/Galih Pradipta/rwa)

"Salah satu keberhasilan ketatanegaraan kita itu justru di etik, etik itu posisinya sama dengan hukum, karena apa? Karena etika penyelenggaraan negara dan hukum penyelenggaraan negara itu sejajar sehingga, semuanya berjalan lebih objektif. Karena itu jangan remehkan etika," kata Cak Imin usai menghadiri Silaturahmi Pimpinan Majelis Ta'lim se-Kabupaten Bekasi, Senin (18/12/2023).

Sedangkan, Lisman menegaskan ucapan tersebut hanya guyonan semata dan tidak ditunjukkan kepada siapa pun. Sementara Prabowo Subianto menganggap pernyataan itu sebagai hal biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.  

“Saya kira masyarakat bisa menilai. Lihatlah Prabowo-Gibran dari program-programnya,” kata Lisman.

Intonasi Bedakan Makna

Walau belakangan viral, mungkin sebenarnya tidak banyak yang paham betul arti “ndasmu etik”. Dalam bahasa Jawa, ndas memiliki arti kepala, menurut ahli filologi bahasa Jawa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Supardjo. Namun, masih menurut Supardjo, kata ndas bisa memiliki konotasi sebagai kata kasar.

Itu lantaran ndas merupakan kata dalam bahasa Jawa yang memiliki tingkatan paling rendah. Kepala dalam bahasa Jawa krama atau tingkat kedua biasa disebut sirah, sedangkan bahasa Jawa krama inggil kepala disebut mustaka.

Kata-kata dalam bahasa Jawa ngoko, seperti ndas yang digunakan oleh Prabowo Subianto, biasanya ditujukan untuk menyebut hewan, anak-anak, atau orang yang berusia lebih muda. Sedangkan kata-kata dalam bahasa Jawa krama dan krama inggil dipakai kepada orang yang lebih tua.

“Diksi di dalam penggunaannya sesuai dengan unggah-ungguh (sikap sopan santun). Penggunaannya yang akan membedakan nanti,” kata Supardjo, mengutip Kompas.

Masih menurut Supardjo, penggunaan kata ndas sering dianggap memiliki makna kasar dan digunakan untuk mengatai seseorang. Ia menuturkan, orang Jawa memiliki kebiasaan menggunakan nama anggota tubuh bagian leher ke atas dalam bahasa Jawa ngoko untuk menunjukkan hal yang tidak baik.

Kata dalam Bahasa Jawa berpotensi memiliki makna berbeda, tergantung pada intonasi pengucapan kata tersebut. (Unsplash/Brett Jordan)

Namun, kata-kata dalam bahasa Jawa bisa memiliki makna berbeda jika diucapkan dalam konteks tertentu, meski tulisannya sama. Yang dapat membedakannya salah satunya adalah nada bicara dan kepada siapa kata tersebut diucapkan.

Jika kata tersebut diucapkan dengan nada dan intonasi tinggi, ekspresi kasar, maka kata tersebut memiliki arti negatif. Selain itu, sebuah kata juga bisa bermakna negatif ketika disampaikan untuk menangkal kritik, dikatakan langsung ke orang yang memberi kritik, dan disampaikan dengan nada kasar.

“Itu bila disampaikan dalam bahasa ngoko dengan nada tinggi berkonotasi tidak enak, tidak baik, kasar,” terangnya.

Sementara itu, jika kata tersebut diucapkan hanya di antara teman sebaya dan dalam konteks candaan serta dengan intonasi yang baik, maka kata tersebut bisa bermakna positif.

"Bisa juga bermakna akrab, (diucapkan di antara) teman lama, situasi tidak ada saling serang, bercanda," pungkasnya.

Sebagai seorang figur publik, sudah pasti segala tindak tanduk Prabowo Subianto mendapat atensi masyarakat. Apalagi, saat ini ia berstatus sebagai seseorang yang akan bertanding di Pilpres 2024.

Menurut dosen FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Heryadi Silvianto dalam kolom di Kompas.com, sebuah kata atau kalimat sesungguhnya saat digunakan dalam sebuah situasi memiliki makna dan tafsir, tidak bisa bebas nilai, apa adanya, dan nirrisiko.

“Bagi mereka yang terpilih maka sudah sepantasnya memantaskan diri memilih kata dan mengukur rasa,” tulis Heryadi.