Bagikan:

JAKARTA - Polri memutuskan tak memproses aduan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang dugaan gratifikasi yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri. Bareskrim pun saat ini sedang memproses pengembalian berkas aduan tersebut.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, berkas aduan itu bakal diberikan kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Saat ini, tim pun sedang memprosesnya.

"Sudah diproses (pengembalian dokumen)," kata Rusdi kepada wartawan, Senin, 7 Juni.

Pengembalian dokumen aduan itu dikarenakan Polri menilai kasus dugaan gratifikasi sudah pernah ditangani oleh (Dewas) KPK. Sehingga, persoalan itupun diselesaikan secara intenal.

"Pertimbangannya adalah bareskrim menilai bahwa yang dilaporkan itu pernah diproses internal," kata Rusdi.

Namun, Rusdi tak menjelaskan secara rinci ketika disinggung alasan lebih jauh soal aduan dari ICW itu. Padahal aduan itu berunsur pidana.

Dia hanya menyebut karena dalam aduan itu terdapat unsur pidana maka laporan memang harus didalami. Tapi ada pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga diputuskan untuk memberikan dokumen aduan itu kepada Dewas KPK.

"Dugaan pidana itu kan sekali lagi kita semua menjunjung praduga tak bersalah kalau toh dilaporkan segala macam itu perlu ada pendalaman-pendalaman ada atau tidak pidana terhadap laporan-laporan yang disampaikan jadi perlu pendalaman lagi," kata dia.

Dengan adanya pernyataan itu, harapan ICW agar Polri mengusut adanya dugaan gratifikasi pupus. Bahkan, sebenarnya Polri juga sudah mengisyaratkan tak akan menindaklanjuti aduan itu.

Sehari usai ICW memberikan aduan itu, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andriyanto mengatakan bakal menyerahkan dokumen aduan ICW ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Polri, tegas Agus, tak ingin terlibat dalam persoalan tersebut.

"Nanti kita kembalikan ke Dewas saja. Kan sudah ditangani (dalan sidang etik)," kata Komjen Agus.

Selain itu, Komjen Agus mengatakan saat ini Polri akan fokus untuk menangani pencegahan penyebaran COVID-19. Kemudian, membantu pemulihan ekonomi yang terus merosot di masa pandemi.

"Jangan tarik-tarik Polri. Saat ini kita fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi," tegas Agus.

Adapun, ICW mengadukan Firli Bahuri ke Bareskrim Polri pada 3 Juni. Aduan itu karena ditemukan dugaan gratifikasi penyewaan helikopter. Sebab, adanya informasi soal biaya sewa helikopter yang berbeda dengan pernyataan Firli.

Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan, saat persoalan ini masih dalam tahap sidang etik di Dewan Pengawas (Dewas), Firli menyebut harga sewa helikopter per jamnya sekitar Rp7 juta. Sehingga untuk 4 jam sewa, tagihan yang harus dibayar sekitar Rp30,8 juta.

"Tapi kemudian kita mendapatkan informasi lain dari penyedia jasa lainnya, bahwa harga sewa per jamnya, yaitu 2.750 USD, atau sekitar Rp39,1 juta rupiah," kata Wana.

"Jika kami total itu ada sebesar Rp172,3 juta yang harusnya dibayar oleh Firli terkait dengan penyewaan helikopter tersebut," sambung dia.

Dengan begitu, menurut ICW ada perbedaan antara pengakuan Firli dengan informasi yang didapat tersebut.