Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti adanya potensi intervensi atas putusan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Sorotan ini muncul setelah jadwal pembacaan putusan mundur selama sepekan dari jadwal semula.

"Jangan sampai jelang pengumuman pada pekan depan dimanfaatkan oknum atau kelompok tertentu untuk mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis, 17 September.

Sidang putusan etik terhadap Firli Bahuri seharusnya digelar pada Selasa, 15 September. Namun, sidang tersebut kemudian dibatalkan karena Dewan Pengawas (Dewas) KPK harus mengikut uji usap karena melakukan kontak langsung dengan seorang staf yang dinyatakan positif COVID-19.

Namun ICW menilai Tumpak Hatorangan Panggabean dan anggota Dewas KPK lainnya terkesan lamban memutus dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri.

"Semestinya sejak beberapa waktu lalu, Dewas sudah bisa memutuskan hal tersebut," tegas Kurnia.

Soal munculnya kekhawatiran intervensi putusan ini, Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri menegaskan, lembaganya tak mempersoalkan pandangan tersebut. Ali paham jika saat ini putusan terhadap dugaan pelanggaran kode etik Firli memang ditunggu banyak pihak.

"KPK memahami bahwa masyarakat menunggu hasil sidang etik tersebut," tegasnya.

Ali menyebut, Dewan Pengawas KPK selama ini sudah bekerja maksimal dan menyelesaikan pemeriksaan etik terhadap Firli dan juga Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap. Namun ada kendala sehingga pembacaan putusan harus ditunda.

"Hanya saja pembacaan putusan sidang terpaksa ditunda karena alasan sebagaimana telah kami informasikan," ujarnya.

Karena alasan itu, Ali meminta semua pihak menahan diri. Sebab, dalam kondisi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, faktor kesehatan dan keselamatan menjadi hal yang paling penting.

"Kita berharap yang terbaik, sehingga penundaan pembacaan putusan sidang pada tgl 23 September 2020 dapat terlaksana sesuai rencana," kata Ali.

Sebelumnya, Firli menjalani sidang etik setelah dirinya dilaporkan oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman karena dugaan menampilkan gaya hidup mewah saat melakukan perjalanan dari Palembang-Baturaja, Sumatera Selatan setelah dirinya menumpang helikopter mewah sewaan.

Dia diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku 'Integritas' pada Pasal 4 ayat (1) huruf c atau huruf n atau Pasal 4 ayat (2) huruf m dan/atau perilaku 'Kepemimpinan' pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020.

Selain Firli, sidang putusan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Wadah KPK Yudi Purnomo Harahap juga terpaksa mundur karena alasan yang sama.

Dia disebut melanggar kode etik setelah dilaporkan atas penyebaran informasi yang tidak benar berkaitan dengan polemik pengembalian penyidik Rossa Purbo Bekti ke Mabes Polri saat mengusut dugaan korupsi.