Saat Firli Bahuri Kembali Dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena Helikopter
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Dokumentasi Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kembali dilaporkan ke dewan pengawas oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Laporan ini berkaitan dengan penggunaan helikopter saat dirinya melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja.

Meski laporan terkait pelanggaran etik ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Masyarakat Antikorupsi (MAKI) pada 2020 lalu, ICW meyakini, apa yang mereka laporkan ke Dewan Pengawas KPK berbeda. Pelaporan ini disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada Jumat, 11 Juni lalu yang mendatangi langsung Gedung ACLC KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

"Hari ini ICW melaporkan kembali Firli Bahuri atas dugaan pelanggaran kode etik," kata Kurnia saat itu.

Selain melapor ke Dewas KPK, kata Kurnia, ICW juga sudah melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi yang dilakukan Firli ke Bareskrim Polri. 

"Ini terkait dengan pelaporan pidana yang sudah kami sampaikan ke Bareskrim Polri. Namun kali ini bukan masalah pidananya, namun masalah etik yang diatur dalam peraturan Dewas Nomor 2 tahun 2020 terutama pasal 4 yang mengatur bahwa setiap insan KPK salah satunya pimpinan KPK harus bertindak jujur dalam berperilaku," ungkap pegiat antikorupsi tersebut.

Dia mengatakan, Firli tak bersikap jujur saat menyewa helikopter tersebut. Alasannya, eks Deputi Penindakan KPK tersebut tak melapor saat melakukan penyewaan helikopter.

"Ketika penerimaan sesuatu yang kami anggap diskon dalam konteks penyewaan helikopter itu menjadi kewajiban bagi Firli Bahuri melaporkan ke KPK. Namun kami tidak melihat hal itu terjadi, maka dari itu kami melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK," ujar Kurnia.

Lebih lanjut, dia memastikan apa yang dilaporkannya saat ini berbeda dengan pelaporan MAKI pada 2020 lalu di mana saat itu, Firli Bahuri telah dijatuhi sanksi ringan oleh Dewan Pengawas KPK. Sebab, pada laporan yang disampaikan ICW, ketidakjujuran Firli lebih menjadi fokus.

Apalagi, berdasarkan informasi yang mereka dapatkan, harga penyewaan helikopter jenis Eurocopter (EC) kode PK-JTO yang ditumpangi Firli itu berkisar Rp39 juta perjam. Sementara Firli menyebut menyewa helikopter sebesar Rp7 juta per jam.

Sehingga, Dewan Pengawas KPK dinilai bisa menelusuri lebih dalam kuitansi penyewaan helikopter yang pernah disampaikan Firli. Apalagi, kata Kurnia, ICW telah melampirkan temuannya.

"Kuitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal. Kalau kita cermati lebih lanjut, satu jam penyewaan helikopter yang didalilkan oleh Firli sebesar Rp7 juta, kami tidak melihat jumlahnya seperti itu, karena empat jam sekitar Rp30 juta justru kami beranggapan jauh melampaui itu, karena ada selisih sekitar Rp140 juta yang tidak dilaporkan oleh ketua KPK tersebut," jelasnya.

"Kami melampirkan beberapa temuan kami terkait dengan perbandingan harga penyewaan helikopter di beberapa perusahaan. Dan memang angka disampaikan Firli dalam persidangan Dewas tersebut yang tercantum dalam putusan dewas sangat janggal dan apalagi helikopter yang digunakan adalah helikopter yang mewah," imbuh Kurnia.

Hal ini lantas ditanggapi KPK yang menyebut pihaknya menghormati pelaporan dugaan pelanggaran etik tersebut. Laporan ini bahkan disebut sebagai bentuk kontrol publik terhadap lembaga antirasuah.

"Kami melihat hal ini sebagai fungsi kontrol publik yang berjalan dengan baik dalam agenda pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan yang dikutip Sabtu, 12 Juni.

Meski begitu, dia menyebut pelaporan ICW terkait penggunaan helikopter oleh Ketua KPK Firli Bahuri sebenarnya sudah pernah diproses dan hasilnya telah diumumkan ke publik pada 24 September lalu. 

Namun, pihaknya tak keberatan dengan laporan yang dilakukan pegiat antikorupsi tersebut dan mempersilakan Dewan Pengawas KPK untuk melaksanakan tugasnya. "KPK tetap menghormati tugas dan kewenangan Dewan Pengawas KPK atas laporan ini dan menyerahkan sepenuhnya untuk proses tindaklanjutnya," tegas Ali.

Lebih lanjut, dia menegaskan pelaporan ini tak akan mengganggu kerja pemberantasan korupsi. Seluruh kerja pemberantasan korupsi ini juga dipastikan akan tetap berlandaskan ketentuan perundangan yang berlaku.

"KPK berkomitmen terus menjalankan seluruh agenda dan strategi pemberantasan korupsi," ungkapnya.

"Kami berupaya selesaikan perkara selesaikan perkara korupsi yang menjadi tunggakkan bertahun-tahun lalu dan juga mengungkap dugaan perkara korupsi baru dengan tanpa pandang bulu," imbuh Ali.

Mengingat lagi saat Firli dijatuhi sanksi etik ringan

Pada 2020 lalu, Firli telah dinyatakan bersalah melanggar kode etik karena menggunakan helikopter untuk kepentingan pribadinya yaitu mendatangi makam keluarga di daerah Baturaja. Saat itu, Dewan Pengawas KPK menyatakan dia bersalah karena melanggar larangan bergaya hidup mewah.

"Mengadili, menyatakan terperiksa terbukti melanggar kode etik," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan putusan sidang etik yang disiarkan secara daring, Kamis, 24 September 2020.

Atas perbuatannya itu, Dewan Pengawas KPK kemudian memberikan sanksi terhadap eks Deputi Penindakan tersebut dengan tujuan agar tidak kembali mengulangi kesalahannya.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan teguran tertulis dua yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya," tegas Tumpak.

Dalam sidang tersebut, Dewan Pengawas KPK menilai, Firli tidak mengindahkan kewajiban dan menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap serta tindakan selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi. 

Sebagai Ketua KPK, dia harusnya menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf F Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Dalam putusannya, Dewas menyebut bahwa hal yang memberatkan Firli adalah tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan. Selain itu, eks Deputi Penindakan KPK yang seharusnya menjadi teladan karena menjabat sebagai pimpinan malah berlaku sebaliknya.

Sementara hal yang meringankan adalah sebagai terperiksa Firli belum pernah dihukum akibat kode etik dan pedoman perilaku serta bersikap kooperatif dalam persidangan.

Menanggapi hasil persidangan tersebut, Firli menyebut telah menerima keputusan yang diambil oleh Tumpak Hatorangan, cs tersebut. Dia mengaku tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

"Kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman dan saya tentu putusan saya terima dan saya pastikan saya tidak akan pernah mengulangi itu. Terima kasih," kata Firli singkat sebelum sidang ditutup.