JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati tak kooperatif untuk dimintai keterangan soal dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terkait penerimaan akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika.
Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengatakan pihaknya sudah menjadwalkan pemanggilan terhadap Nicke untuk dimintai keterangan. Hanya saja, dia tidak hadir sehingga klarifikasi terhadap dugaan pelanggaran etik ini jadi terhambat.
"Klarifikasi terhadap pihak Pertamina belum tuntas karena Dirut Pertamina tidak koperatif. Sudah diundang klarifikasi dan dijadwal ulang, tapi tidak hadir," kata Syamsuddin Haris dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 26 April.
Dewan Pengawas KPK meminta Nicke kooperatif. Pasalnya Lili Pintauli kini belum bisa dimintai keterangan karena pengumpulan bukti dan keterangan belum rampung.
"Klarifikasi terhadap ibu LPS tertunda karena pengumpulan bahan dan keterangan dari pihak eksternal belum selesai," tegasnya.
"Dewas berharap kerjasama Dirut Pertamina bisa bekerja sama dan bersikap koperatif dalam mengungkap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan ibu LPS," imbuh Syamsuddin.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, Dewas KPK memang pernah menjadwalkan untuk meminta keterangan dari Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pada Kamis, 21 April lalu. Hanya saja, dia tidak hadir.
Diberitakan sebelumnya, Lili diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton MotoGP Mandalika dari perusahaan pelat merah yang belakangan disebut Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris adalah PT Pertamina (Persero).
Aduan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Dewas KPK dengan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak. Selain itu, Tumpak Hatorangan dkk sudah meminta pihak terkait untuk membawa bukti pemesanan penginapan di Amber Lombok Beach Resort dan tiket MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red.
Pengaduan ini bukan pertama kalinya ditujukan terhadap Lili. Pada 30 Agustus 2021 lalu, Dewas KPK telah menyatakan Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sehingga dijatuhi sanksi berat.
Dia dinyatakan bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Atas perbuatannya, Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan atau sebesar Rp1,848 juta.