Bagikan:

JAKARTA- Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi soal aksi demonstrasi untuk menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang berujung ricuh di depan gedung DPR RI.

Puan memastikan, DPR bersama pemerintah akan segera menyosialisasikan UU TNI yang baru disahkan dalam rapat paripurna kemarin, Kamis, 20 Maret, guna meluruskan kesalahpahaman terkait UU tersebut.

Puan menyatakan bahwa kekhawatiran masyarakat terkait UU TNI baru tidak akan terjadi. Pasalnya, UU TNI yang baru diisukan akan kembali mengaktifkan dwifungsi ABRI seperti era orde baru.

"Saya berharap semuanya bisa menahan diri, dan tentu saja kami DPR RI dan pemerintah akan segera mensosialisasikan hal itu," ujar Puan usai menghadiri buka puasa bersama DPP Partai NasDem di NasDem Tower, Jakarta, Jumat, 21 Maret.

"Sehingga publik dan masyarakat bisa segera mengetahui isinya tanpa kemudian ada kecurigaan atau kemudian kesalahpahaman," sambungnya.

Soal kapan pihaknya akan menyosialisasikan RUU TNI, Puan mengatakan segera.

"Insya Allah secepatnya," kata Legislator dapil Jawa Tengah V itu.

Sebelumnya, Puan menyatakan DPR telah melakukan proses pembahasan RUU TNI sesuai mekanisme yang berlaku dan melibatkan partisipasi publik, termasuk mahasiswa.

"Kami dari DPR dan Pemerintah menerima masukan dan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat yang dianggap penting, dan perlu tentu saja juga masukan dari perwakilan mahasiswa juga sudah kami dengarkan," kata Puan.

Hal tersebut Puan sampaikan usai Rapat Paripurna pengesahan UU TNI yang baru, Kamis, 20 Maret.

Terkait kekhawatiran yang berkembang di kalangan masyarakat soal perubahan dalam UU TNI yang baru, Puan menegaskan bahwa tidak ada perubahan yang akan memungkinkan TNI terlibat dalam politik atau bisnis. Isu ini sempat menimbulkan kekhawatiran publik.

"TNI tetap dilarang berbisnis dan berpolitik. Ini adalah prinsip yang kami jaga dengan baik. Kami ingin menegaskan bahwa hal ini tidak akan berubah," tegas Puan.

Puan menjelaskan bahwa pembahasan RUU TNI yang baru disahkan ini berfokus pada tiga pasal utama, yakni Pasal 7 tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Pasal 47 yang memperluas ruang lingkup jabatan TNI aktif di kementerian dan lembaga dari 10 menjadi 14 kementerian/lembaga, serta mengenai masa bakti atau usia pensiun prajurit yang dimaksudkan untuk mencapai keadilan bagi abdi pertahanan negara.

“Kami ingin memastikan bahwa TNI hanya ditempatkan pada bidang yang memang relevan dan dibutuhkan untuk negara,” imbuh cucu Bung Karno tersebut.

“Kalau di luar dari pasal 47 bahwa hanya ada 14 kementerian/lembaga yang boleh diduduki TNI aktif, maka TNI aktif itu harus mundur atau pensiun dini,” lanjut Puan.

Sementara terkait pasal 7 yang menambah cakupan tugas pokok TNI yang semula 14 menjadi 16 tugas pokok, Puan menyatakan ini hanya sebagai bentuk antisipasi dan sifatnya adalah Operasi Militer non Perang (OMSP).

Dua tambahan tugas pokok TNI itu adalah membantu upaya penanggulangan ancaman pertahanan siber serta membantu melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

“Itu nanti diatur dalam PP dan InsyaAllah jangan sampai terjadi ada operasi militer (perang), ini kan hanya untuk antisipasi dan mitigasi. Jadi jikalau terjadi ya akan dilaksanakan hal seperti itu (OMSP), kita harapannya jangan sampai terjadi,” ungkap Puan menjawab pertanyaan wartawan.

Puan pun mengatakan DPR siap memberikan penjelasan lebih lanjut kepada mahasiswa dan masyarakat yang masih memiliki keraguan terkait Undang-Undang TNI yang baru. Ia juga memastikan hal-hal yang dikhawatirkan seperti dwifungsi ABRI tidak akan terjadi.

"Kami siap untuk berdialog dan memberikan penjelasan secara langsung. Tidak perlu ada kecurigaan atau prasangka yang tidak berdasar. Kami berharap masyarakat, khususnya mahasiswa, dapat lebih memahami apa yang telah disahkan dan bagaimana hal ini akan berdampak positif bagi pembangunan bangsa. Kita tetap mengedepankan supremasi sipil," tutupnya.